Jakarta (ANTARA News) - Tidak hadirnya saksi ahli dari Halimah, janda Bambang Triatmodjo, putra mantan Presiden Soeharto, untuk uji materi terhadap Undang Undang (UU) Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan di gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu, membuat sidang hanya berlangsung selama lima menit.

"Kami memberikan kesempatan terakhir kepada pihak pemohon (Halimah) untuk hadir pada 20 September," kata Achmad Sodikin, ketua majelis hakim pada sidang tersebut.

Sidang uji materi itu dimulai pada 10.00 WIB, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari pemerintah dan pemohon, Halimah.

"Kami dari pemerintah diwakili Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) serta Kementrian Agama sebenarnya sudah menyiapkan keterangan tertulis," kata saksi ahli dari pemerintah yang mengaku datang atas amanah dari Presiden.

Saksi ahli dari Halimah diantaranya adalah, Bismar Siregar (Mantan Hakim Agung), Sinta Nuriah (janda almarhum Gus Dur), Marzuki Darusman (Mantan Jaksa Agung dan Ketua Komnas HAM), Musdah Mulia (Guru Besar Universitas Islam Negri Jakarta), dan Makarim Wibisono (Ketua Komisi HAM PBB).

Halimah mengajukan permohonan uji materi UU Perkawinan kepada MK setelah bercerai dengan anak mantan Presiden Soeharto, Bambang Triatmodjo, meskipun Halimah menilai dirinya sudah berusaha mempertahankan perkawinan.

Halimah beranggapan bahwa hak konstitusi untuk mendapat jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum, sebagaimana dijamin pada Pasal 28D UUD 1945, dilanggar oleh Pasal 39 ayat 2 huruf f UU Perkawinan yang terlalu memberi kemudahan pada suami untuk menceraikan istri.

Pasal yang dimaksud berbunyi, "Perceraian dapat disebabkan karena antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran"

Sementara itu pada sidang sebelumnya, Agustus lalu, Kepala Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan Kementrian Agama, sebagai saksi ahli dari pemerintah, mengatakan bahwa permohonan Halimah adalah terkait implementasi praktek penegakan hukum oleh pengadilan agama, dan oleh karena itu bukan merupakan persoalan konstitusional.

Chairunnisa menanggapinya dengan menegaskan bahwa permohonan Halimah tidak terkait dengan kasus tertentu melainkan terkait pada hak perempuan. Dia menambahkan bahwa dihapusnya pasal tersebut dapat melindungi istri yang bisa diceraikan begitu saja dengan alasan pertengkaran.
(*)