Minggu, 25 September 2011

Berbagai artikel tentang integritas moral

Integritas Moral
OPINI | 10 April 2010 | 23:37
Selamet Sukoco Kompasiana kom


INTEGRITAS ATAU KEJUJURAN
Akhir2 ini sepengamatan kami bahwa pada era globalisasi ini telah terjadi suatu penomena yang sangat luar biasa yaitu degredasi moralitas hampir melanda seluruh anak bangsa, notebene dari rakyat baisa sampai kelompok menengh keaatas bahkan sampai melanda para elit politik dan cendekiawan, sehingga kelompok yang terhormat kehilangan jati dirinya kehilangan panutan dan kehilangan kepercayaan.
Nilai2 adi luhung telah dikorbankan hanya untuk menuruti hawa nafsu sesaat untuk mencapai tujuan emosinya walaupun sadar atau tidak sadar hanya untuk kepetingan sesaat.
Nurani telah mampu menggerakan perbuatan nista untuk bertindak secara egoistis demi menggapai dunia keglamoran yang sifatnya hanya sementara selama hidup di dunia, dengan bangga bersama keluarganya terjebak dan terjerumus ke wilayah ketamaan tanpa peduli pada siapapun, sesungguhnya mereka telah mengabdi pada bisiskan syaitan .
Hanya ada satu metode yang jitu adalah ” Comitment of Integrity ” yang terbaik harus segera dibangun untuk mengembalikan jati diri semua anak bangsa ini agar tidak larut terperosok dalam dalam jurang kenistaan dan foya2 yang menyengsarakan kehidupan rakyat banyak.
Sungguh sangat penting sekali untuk mengembalikan kredibilitas budaya bangsa ini yang sudah termasyur dengan keramah tamahannya kepada bangsa lain, yang mana tiba2 berubah menjadi bangsa yang mudah terhasut dan melakukan amuk masa serta punya hoby korupsi.
Integritas jiwa militan jujur dan bisa dipercaya, untuk tidak menerima suap dan tidak melakukan penyuapan kepada siapapun, modal ini harus menjadi roh atau kekuatan spiritual untuk bangkit kembali dari keterpurukan dan harus dimiliki oleh semua lapisan masyarakat, dari karyawan swasta maupun PNS sebagai abdi negara, yang mana keduanya saling bahu membahu untuk kepentingan bangsa.
Comitment of Integrty sebaiknya harus segera disosialisasikan kepada semua lapisan dan jajaran PNS tanpa pandang instansi atau departement apapun karena semua departement sama pentingnya dan hargailah dengan derajad yang sama, sehingga tidak terjadi penyimpangan2 yang dilakukan oleh oknum demi kepentingan rumah tangga keluarga pribadinya.
Jikalau semua telah menyadari fungsi dan tugas masing2 dengan menjunjung tinggi kejujuran dan kehormatan, insya Allah pendapatan negara akan naik dan pemerintah yang jujur bisa mewujudkan kesejahteraan rakyat apa yang di citatakan secara menyeluruh.
Rakyat adil, makmur, sejahtera dan bahagia dalam kedamaian.







Ditulis oleh Era Baru
Senin, 07 Desember 2009



Budaya yang terinspirasi dari Dewa adalah intergritas moral tertinggi. Tidak ada kesulitan atau halangan keduniawian, harta dan nafsu menyebabkan integritas moral seseorang, rasa persaudaraan, atau kebenaran berubah. Untuk menuju standar ini, seseorang harus mengendalikan keinginan dan ketamakannya. Berikut ini adalah cerita tentang Konfusius dan murid-muridnya yang menjelaskan prinsip-prinsip tersebut.
Suatu ketika Konfusius pergi mengunjungi Pangeran Jing di Kerajaan Qi, Sang pangeran memberikan sebidang tanah luas yang disebut Bingque. Namun Konfusius menampik pemberian tersebut. Setelah meninggalkan Kerajaan Qi, Konfusius mengatakan kepada murid-muridnya, "Anda sekalian jangan menerima pemberian tanpa bekerja. Pangeran Jing tidak menerima usulan saya, tetapi menawarkan kepada saya sebidang tanah sebagai gantinya. Dia tidak mengerti apa yang saya ajarkan." sehingga Konfusius meninggalkan Kerajaan Qi.
Zengzi, juga disebut Zengcan, adalah salah satu murid Konfusius. Dia selalu memakai pakaian tua dan compang-camping di lahan pertanian. Raja Lu mengutus perwakilan untuk menawarkan sebuah tanah milik bangsawan. Perwakilan berkata, "Anda bisa berubah!" Zengzi menolak tawaran itu. Perwakilan Raja kembali berkali-kali untuk menawarkan tanah. Zengzi masih terus mempertahankan keputusanya. Perwakilan berkata, "Memang ini bukan permintaan Anda, tetapi orang lain mencoba memberikannya. Mengapa Anda tidak menerimanya" Zengzi berkata, "Saya mendengar bahwa ketika orang menerima sesuatu dari seseorang, kita akan takut menyakiti hatinya kelak di kemudian hari. Bahkan jika raja memberikan sesuatu tanpa menunjukkan kebanggaannya, bukankah saya jadi takut untuk menyakiti hatinya di kemudian hari" Oleh karena itu, Zenzi tidak pernah menerima hadiah tersebut. Setelah mendengar kabar ini, Konfusius berkata, "Dengan integritas semacam ini, Zenzi telah menjaga martabat dan integritas moralnya."
Zisi, cucu Konfusius, memiliki kesulitan mencari nafkah ketika dia berada di Kerajaan Wei. Dia hanya mampu sembilan kali makan dalam waktu dua puluh hari, dan hampir tidak ada apa-apa untuk dikenakan. Apa yang dia kenakan di punggungnya tidak lebih hanya pakaian katun rombeng, dan tidak ada jaket yang dipakai. Ketika Tian Zifang, ilmuwan terkenal dan guru pribadi dari Pangeran Kerajaan Wei, mendengar hal ini, ia menyuruh perwakilnya membawa pakaian mewah yang sangat hangat terbuat dari kulit rubah putih asli kepada Zisi. Takut Zisi mungkin tidak menerima tawaran itu, Tian Zifang menambahkan, "Aku selalu lupa apa yang telah saya berikan, hanya seperti melempar sesuatu." Namun, Zisi menolak tawaran itu. Zifang Tian berkata, "Kau tidak memiliki apa yang saya punya, mengapa kau tidak menerimanya" Zisi dengan sopan menjawab, "Saya mendengar bahwa hal-hal yang tidak semestinya diberikan kepada orang lain tidak lebih baik daripada melemparkannya dalam parit. Meskipun aku miskin, aku tidak ingin menjadi parit, jadi aku tidak bisa menerimanya." (Erabaru/ngrh)


Pemimpin Harus Memiliki Integritas Moral Tinggi

07 18 11'
Written by Syahfan
Rakyat Bengkulu, 6 Mei 2011
Bengkulu – Moral sesama manusia termasuk bernegara tidak akan tercipta dengan baik, apabila moral pada Tuhan dinafikan. Sebaliknya bila moral kepada Tuhan tidak menyentuh moral sesama berarti agama kehilangan fungsi kemanusiaan dan sosialnya. Dari sinilah yang harus ditampilkan sosok pemimpin di pentas perpolitikan tanah air guna memberikan sumbangan agar terwujudnya struktur politik yang bermoral.
Hal ini dikemukakan Ketua STAIN Bengkulu Dr. H. Sirajuddin M, M.Ag, MH, sebagai pembicara dalam seminar nasional yang digelar Intelektual Moeslim Community (IMC) sebuah UKM Kehohanian Universitas Bengkulu. Seminar Nasional dengan tema membangun sistem politik yang bermoral dilangsungkan kemarin (5/5) ruang rapat utama Rektorat Unib.
Selain Sirajudin juga dihadirkan dua pembicara lainnya yang cukup berbobot, Dr. Elektison Somi, SH, MH, dosen fakultas hukum Unib dan Anggota DPR RI Syahfan Badri Sampurno. Banyak hal yang menarik disampaikan dari tiga pembicara tersebut. Membangun moral bangsa dan politik merupakan faktor yang sangat penting dalam sistem struktur sosial dalam mewujudkan bangsa yang manuasiawi dan beradab. “Moral bangsa yang manusiawi adalah moral yang menjunjung tinggi hak-hak dasar manusia, baik jasmaniah maupun rohaniah secara terintegrasi,” tambah Sirajudin.
Menurutnya, membicarakan moral agama dalam konteks berbangsa berarti membicarakan sesuatu yang berhubungan erat dengan kondisi politik bangsa tersebut. Negara sekuler misalnya, memisahkan moral agama dalam pemerintahan, tentu sangat berbeda dan tidak dapat disamakan dengan Indonesia.
Ditambahkan Elektison Somi, moral agama dan kemanusiaan juga hendaklah mampu membimbing seluruh komponen bangsa menuju alam demokrasi yang dicita-citakan. Sehingga kita tidak boleh terjebak dan terlalu asyik berbincang tentang ideologi negara, baik agama maupun pancasila, yang akan menjebak diri kita pada intelectual exercise tanpa adanya aplikasi dan artikulasi yang nyata.
“Setiap orang pasti membicarakan hal politik, baik dari kalangan atas hingga bawah. Karena politik bisa saja menjadi alat yang menguntungkan kepentingan pihak-pihak tertentu, menjadi alat untuk menjatuhkan pihak-pihak tertentu, serta dianggap merupakan kegiatan yang cenderung kotor dan menyesatkan,” tuturnya.
Sementara Syahfan Badri Sampurno mengatakan, ketika pemimpin terlalu berpikir bagaiman harus mempertahankan kekuasaan tentu rakyat dilihat semu. “Pemimpin tidak harus membuat kekacauan manakala ia harus berpihak kepada rakyat. Tanpa harus memutar balik fakta dan melahirkan kenistaan dan kecurangan demi kepentingan kelompok yang justru akan membuat kehancuran kredibilitas serta membuat sejarah hitam bagi dirinya dan kelompoknya,” jelasnya. Terlihat hadir dalam semnas ini kalangan mahasiswa, dosen unib, serta perwakilan mahasiswa dan dosen perguruan tinggi swasta.


SATU – SATU KORUPTOR disidik dan ditahan.  Satu – satu koruptor diperiksa Pengadilan. Satu – persatu koruptor dijebloskan ke dalam penjara.
Ada yang tetap tabah. Ada yang stres tetapi tidak kurang yang sakit bahkan meninggalkan dunia yang fana ini. Itulah gambaran situasi negeri yang kita cintai ini yang sudah dipenuhi koruptor, mulai dari daerah sampai pusat.
Sebegitu hebatnya mahluk yang bernama korupsi ini sehingga PBB mesti turun tangan. Hal ini beralasan karena PBB menganggap korupsi merupakan isu yang melanda semua negara di dunia.
Bahkan berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 58/4 tanggal 31 Oktober 2003, tanggal 9 Desember ditetapkan sebagai Hari Antikorupsi Internasional. Ini adalah tindakan yang terkait dengan hancurnya kejujuran seseorang akibat runtuhnya integritas moral, atau seseorang melakukan  tindakan yang memperlihatkan tiadanya integritas atau kejujuran.
Menurut Syed Hussein Alatas, seperti yang dikemukakan Drs. R. Dyatmiko Soemodihardjo, SH, M.Hum, istilah korupsi mencakup tiga tipe fenomena. Yaitu penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme (nepotism). Ketiganya dikaitkan dengan penempatan kepentingan-kepentingan publik dibawah kepentingan-kepentingan pribadi dengan pelanggaran norma-norma tugas dan kesejahteraan.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi menurut Jack Bologne dengan GONE Theory-nya, adalah :
  • Greeds (keserakahan) yang berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
  • Oppoturnities (kesempatan) yang berkaitan dengan keadaan organisasi, instansi atau masyarakat, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
  • Needs (kebutuhan) yang terkait dengan faktor kebutuhan individu guna menunjang hidupnya yang layak.
  • Exposures (pengungkapan) yaitu faktor yang berkaitan dengan tindakan, konsekuensi atau risiko yang akan dihadapi oleh elaku apabila yang bersangkutan terungkap melakukan korupsi.
Keempat faktor ini saling berkaitan, sehingga banyak pejabat, pemegang kekuasaan dan penanggung jawab kelembagaan menjadi terlena. Akibatnya, tidak sedkit dari mereka yang ”terjebak” dan melakukan penyalah-gunaan alias korupsi.
Dan akhirnya masuk ”pintu taubat”, nama lain penjara atau Lembaga Pemasyarakatan di Jember. Termasuk di Jember. Disana sudah ada nama beken yang pernah menghuninya seperti penguasa dan pejabat pemerintahan dan BUMN serta sejumlah nama lain yang sudah diincar dan disidik menunggu giliran masuk hotel prodeo.
Schok terapi.
Di negeri kita, korupsi nampaknya sudah seperti kanker dalam tubuh. Sudah menguasai darah dan daging. Sudah menguasai strata terendah sampai strata teratas. Hal itu terjadi karena budaya malu sudah habis, budaya sungkan sudah tipis.
Rasa takut sudah  tidak ada lagi, karena hukum bisa dipermainkan, penegak hukum sudah dikuasai para calo baik yang berseragam maupun yang pakaian preman. Bak kata pepatah, wet kalah karo duwit alias hukum dikalahkan oleh uang. Aturan dan peraturan mengenai penegakan hukum dan pemberantasan korupsi sudah tidak mempan lagi.
Padahal menurut Baharudin Lopa, mantan Jaksa Agung, sebenarnya mencegah kolusi dan korupsi tidaklah sulit. Itu kalau kita secara sadar mau menempatkan kepentingan umum dan kepentingan rakyat banyak diatas kepentingan pribadi atau golongan.
Betapapun sempurnanya peraturan, kalau niat untuk korupsi ada di hati yang memiliki peluang melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut, maka korupsi akan tetap terjadi. Karena faktor mental lah yang paling menentukan.
Nampaknya memberantas korupsi di negeri kita seperti menegakkan benang basah. Sulit sekali. Sehingga ketika  memperingati Hari Antikorupsi Internasional, 9 Desember 2009 lalu banyak konsep yang ditawarkan para pendemo.
Mulai dari yang ringan agar koruptor dikenakan hukum cambuk, dimasukkan televisi dalam acara koruptainmen, hukuman diperberat, tidak diperlakukan khusus seperti penyediaan LP Khusus.
Slamet, pensiunan, yang sering menonton aksi demo di dekat bundaran DPRD Jember memberikan konsep lain. Sita semua harta koruptor, baik atas namanya sendiri maupun atas nama isteri, anak dan cucunya.
Kemudian tempatkan mereka di bawah Jembatan Semanggi atau di bawah Jembatan Jompo.
”Biar kapok”, kata Slamet berapi-api. Sebab konon kabarnya ada koruptor yang rela menjalani hukuman penjara daripada harus menguras harta untuk membiayai mafia peradilan.
Ada juga yang diteriakkan pendemo yang lebih ekstrim. Perlu schok terapi, kata mereka. Agar para koruptor dikenakan hukuman mati, digantung atau potong tangan. Bahkan kalau perlu dirajam.
Tetapi Baharudin Lopa pernah menolak  hukuman semacam itu karena melanggar Hak Azasi Manusia dan tidak berdasar.
Mantan Presiden Peru, Fujimori yang terbukti korupsi dikenakan hukuman penjara 48 tahun. Mantan Presiden Filipina Erick Estrada dikenakan hukuman penjara seumur hidup, juga karena korupsi. Di Jepang koruptor bunuh diri. Di China, koruptor dihukum tembak dimuka umum.
Tindakan Preventif.
Untuk memberantas korupsi di negeri kita, nampaknya perlu komitmen jelas. Presiden SBY sudah menyampaikan tekadnya untuk memberantas korupsi. Tinggal sekarang bagaimana komitmen para pembantunya.
Termasuk menelaah kembali konsep agar antikorupsi dan pemberantasan korupsi diajarkan di sekolah-sekolah, padahal dana BOS, pembelian buku dan alat peraga disalah-gunakan alias di-korup.
Mengutip konsep yang diajukan Drs. R. Dyatmiko Soemodihardjo, SH, M.Hum, pemberantasan korupsi tidak seperti yang dilakukan saat ini. Lebih mengedepankan strategi represif dengan melakukan pengungkapan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pengadilan serta menghukum para pelaku.
Di negeri ini, upaya-upaya pencegahan agar tidak timbul korupsi masih kurang mendapat perhatian semestinya, kata sejumlah orang. Masih tebang pilih, kata orang lagi. Tindakan represif saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan upaya-upaya preventif yang dapat mencegah timbulnya korupsi. Di China koruptor ditembak mati seperti gambar yang diambil dari internet ini.(*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar