Rivki - detikNews
Jakarta - WNA asal Sri Lanka, Samsudeen M Akram, otak penyelundup manusia (people semugling) divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Cibinong. Akram divonis karena mencoba melakukan penyelundupan manusia ke Pulau Christmas di Australia.
"Menyatakan terdakwa Samsudeen M Akram telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama melakukan penyelundupan manusia dengan percobaan masuk ke negara lain. Menghukum terdakwa oleh karenanya dengan pidana penjara selama 6 tahun penjara," putus ketua majelis persidangan Dr Ronald Lumbuun, di gedung PN Cibinong, Jawa Barat, Kamis (5/6/2014).
Duduk sebagai majelis anggota ialah ST Iko Sujatmiko dan M Eri Justiansyah. Selain hukuman penjara, Akram juga divonis membayar denda Rp 500 juta subsider 2 bulan penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU yaitu 7 tahun.
Akram terbukti melanggar pasal 120 ayat 2 UU No 6/2011 tentang Keimigrasian. Dalam pertimbangannya, majelis menganggap perkara pepole smugling bukanlah perkara main-main, siapa pun harus menghormati hukum keimigrasian di Indonesia.
"Sebagai proses pembelajaran kepada WNI dan WNA agar dapat menghormati hukum positif di Indonesia," tegas Ronald dalam pertimbangannya.
Selain Akram, dua terdakwa lainnya yaitu Sudistiran (WN Sri Lanka) dan Satifbabu (WN Indonesia) juga divonis oleh Ronald dalam sidang terpisah. Mereka berdua divonis 5 tahun karena perbuatannya melakukan percobaanpeople smugling.
Kasus ini bermula ketika ketiga terdakwa digrebek oleh Mabes Polri pada 3 September di sebuah rumah milik Akram di daerah Cidokom, Kabupaten Bogor. Kasus ini dianggap bukan main-main. Kejaksaan Agung pun menurunkan Mayasari sebagai JPU dalam persidangan.
Blog ini bersisi kumpulan berita tentang law enforcement dari kalangan Penegak Hukum, ya semacam kliping elektroniklah begitu
Kamis, 05 Juni 2014
Apa Alasan MA Bebaskan Koruptor HGB Hotel Hilton Rp 1,9 Triliun?
Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) membebaskan koruptor HGB Hotel Hilton (kini Hotel Sultan) yang merugikan negara Rp 1,9 triliun, Robert Jeffrey Lumempouw. Lantas apa alasannya MA membebaskan mantan Kepala Kanwil BPN Jakarta itu?
"Saya sedang di luar, nanti saya cek," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur saat dihubungi detikcom, Kamis (5/6/2014).
Dalam kasus itu, Robert juga didudukkan bersama Kepala BPN Jakpus, Ronny Kusumo Judistiro. Keduanya didakwa secara bersama-sama memperpanjang HGB Hotel Hilton yang berada di kawasan Gelora Senayan Jakarta Pusat yang dikuasai oleh Sekretaris Negara, melalui prosedur yang tidak sah sehingga berpotensi merugikan negara hingga Rp 1,936 triliun. Keduanya dinilai berperan sebagai pihak yang menyetujui dan mengusulkan perpanjangan HGB Hotel Hilton.
Pada 27 Juni 2007 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menghukum Robert selama 3 tahun penjara. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 8 Oktober 2007.
Putusan iti tidak berubah saat diadili di tingkat kasasi. Duduk sebagai ketua majelis kasasi Prof Dr Bagir Manan dengan anggota Artidjo Alkostar dan Djoko Sarwoko. Ketiganya pada 11 April 2008 tetap menghukum Robert selama 3 tahun penjara karena korupsi HGB Hotel Hilton.
Perkara nomor 229 PK/Pid.Sus/2013 itu diadili oleh ketua majelis PK Mayjen (Purn) Timur Manurung. Duduk sebagai anggota yaitu Sophian Marthabaya dan Prof Dr Surya Jaya. Perkara yang sempat menggoncang jagat hukum Indonesia itu diwarnai perbedaan pendapat dalam membebaskan Robert. Hakim agung Prof Dr Surya Jaya mengajukan dissenting opinion (DO) dengan menolak PK dan tetap menghukum Robert. Namun pendapat Surya Jaya kalah dengan dua hakim lainnya sehingga Robert pun bebas.
Dalam PK kali ini, Ronny tidak ikut mengajukan upaya hukum luar biasa tersebut.
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) membebaskan koruptor HGB Hotel Hilton (kini Hotel Sultan) yang merugikan negara Rp 1,9 triliun, Robert Jeffrey Lumempouw. Lantas apa alasannya MA membebaskan mantan Kepala Kanwil BPN Jakarta itu?
"Saya sedang di luar, nanti saya cek," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur saat dihubungi detikcom, Kamis (5/6/2014).
Dalam kasus itu, Robert juga didudukkan bersama Kepala BPN Jakpus, Ronny Kusumo Judistiro. Keduanya didakwa secara bersama-sama memperpanjang HGB Hotel Hilton yang berada di kawasan Gelora Senayan Jakarta Pusat yang dikuasai oleh Sekretaris Negara, melalui prosedur yang tidak sah sehingga berpotensi merugikan negara hingga Rp 1,936 triliun. Keduanya dinilai berperan sebagai pihak yang menyetujui dan mengusulkan perpanjangan HGB Hotel Hilton.
Pada 27 Juni 2007 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menghukum Robert selama 3 tahun penjara. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 8 Oktober 2007.
Putusan iti tidak berubah saat diadili di tingkat kasasi. Duduk sebagai ketua majelis kasasi Prof Dr Bagir Manan dengan anggota Artidjo Alkostar dan Djoko Sarwoko. Ketiganya pada 11 April 2008 tetap menghukum Robert selama 3 tahun penjara karena korupsi HGB Hotel Hilton.
Perkara nomor 229 PK/Pid.Sus/2013 itu diadili oleh ketua majelis PK Mayjen (Purn) Timur Manurung. Duduk sebagai anggota yaitu Sophian Marthabaya dan Prof Dr Surya Jaya. Perkara yang sempat menggoncang jagat hukum Indonesia itu diwarnai perbedaan pendapat dalam membebaskan Robert. Hakim agung Prof Dr Surya Jaya mengajukan dissenting opinion (DO) dengan menolak PK dan tetap menghukum Robert. Namun pendapat Surya Jaya kalah dengan dua hakim lainnya sehingga Robert pun bebas.
Dalam PK kali ini, Ronny tidak ikut mengajukan upaya hukum luar biasa tersebut.
Warga Pulau Bangka Mengamuk di PTUN Manado
TRIBUNNEWS, MANADO - Ratusan warga Pulau Bangka mengamuk di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)Manado sekitar pukul 13.30 wita. Mereka menuding PTUN Manado bermain mata dengan Pemkab Minut dan Perusahaan Tambang PT Mikgro Metal Perdana (MMP).
Kejadian ini bermula ketika Angelique Batuna baru saja keluar dari ruang Ketua PTUN Manado, Mula Sirait SH MH untuk mendengarkan pertemuan antara pihak Pemkab Minut dan Irowas Jaelani, pengacara yang diberi kuasa masyarakat Pulau Bangka.
Pertemuan yang dilakukan tertutup membuat beberapa masyarakat Pulau Bangka menaruh curiga pertemuan tersebut. Padahal, masyarakat Pulau Bangka hendak meminta hakim melakukan eksekusi terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan semua surat keputusan yang dikeluarkan oleh Bupati Minut, Sompie Singal terkait izin pertambangan untuk PT MMP.
Mereka kemudian menunggu di depan halaman gedung PTUN Manado sambil menunggu hasil pertemuan tersebut. Batuna ketika itu ikut dalam pertemuan, kemudian keluar.
Dia menyampaikan bahwa hakim belum akan melakukan eksekusi terhadap putusan MA karena Ketua PTUN masih akan meminta tanggapan Bupati Minut.
Mendengar pernyataan ini, sontak membuat masyarakat naik pitam. "Kami sudah siksa. Kenapa tidak dilakukan eksekusi. Hakimnya korupsi. Ini bukan Sompie punya tanah," kata Dian Tukamsang, satu diantara warga Pulau Bangka yang menginginkan PTUN Manado melakukan eksekusi.
Masyarakat pun semakin emosi karena Ketua PTUN Manado tak keluar untuk menjelaskannya. Mereka pun mengancam akan membakar semua peralatan milik PT MMP. "Jangan salahkan kalau kami sudah bongkar dan membakarnya," kata Pinehas, satu diantara warga lainnya.
Sementara itu, perwakilan dari bagian Hukum Pemkab Minut terlihat sudah menghilang. Mereka pun lari ketakutan ketika melihat masyarakat sudah mengamuk. Pihak pengacara dari Pemkab Minut yang sempat diwawancarai, namun enggan berkomentar banyak.
"Wah, kami belum bisa memberi tanggapan. Tunggu saja yah karena aka nada pertemuan lagi tanggal 18 Juni," katanya yang tak mau menyebutkan namanya yang kemudian masuk kedalam mobilnya dan kemudian menancapkan gas meninggalkan kawasan PTUN Manado.
Humas PTUN Manado, Ceckly Kereh saat dikonfirmasi mengatakan, pihak PTUN memang sengaja memberikan waktu kepada Pemkab Minut untuk memberikan tanggapannya terkait putusan MA yang memenangkan gugatan masyarakat Pulau Bangka. "Itu memang mekanismenya pada PTUN," terangnya.
Putusan MA yang menyatakan membatalkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi PT MMP ini, dikeluarkan pada 24 September 2013. Pihak PTUN Manado pun mengaku baru mendapatkansurateksekusi tanggal 26 Mei 2014. Nah pada aturan MA, jika pihak tergugat tidak menjalankan putusan, maka PTUN Manado pun akan melakukan eksekusi material.
"Tapi dalam aturan tersebut PTUN pun diberikan kesempatan untuk mendegarkan tanggapan dari kedua belah pihak," terangnya.
Mengenai tudingan bahwa pihak PTUN Manado telah bermain mata dengan pihak Pemkab Minut dan PT MMP, Kereh membantahkan. Kata dia, pertemuan tersebut memang dilaksanakan tertutup karena dibatasi akibat ruang Ketua PTUN Manado yang sangat sempit. "Ruang sidang di sini saja hanya ada satu. Kecuali ada kebijakan teknis dari Ketua PTUN Manado," katanya.
Kantongi Izin Bupati
Jefry Runtuwene, Kepala Bidang Pertambangan Umum, Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemprov Sulut mengakui, bahwa PT Mikgro Metal Perdana sudah diberikan izin oleh bupati Minahasa Utara untuk mengeksplorasi wilayah seluas 2000 haktare di Pulau Bangka.
Luas wilayah eksplorasi kata Jefry, sesuai kutipan Surat Keputusan Bupati Minahasa utara nomor 183 tahun 2012 yang diterima dinas Pertambangan dan ESDM.
Ia menjelaskan sesuai titik kordinat, luas 2.000 haktare hanya berada di daratan pulau bangka tidak mencakup lautan. " 2.000 haktare juga yang hanya dieksplorasi kurang lebih 600 hektare, tidak seluruh dipakai," katanya kepada Tribun Manado, Rabu (4/6/2014).
SK nomor 183 tahun 2012 tersebut merupakan perpanjangan izin eksplorasi, tertanggal 25 September 2012, dan diberikan jangka waktu dua tahun perpanjangan, bisa diperpanjang kembali, atau masuk tahap lanjutan.
Menyangkut wilayah pesisir yang dibangun dermaga untuk reklamasi, Jefry mengatakan, bukan kewenangan Dinasnya.
"Bukan di bidang pertambangan, harus izin lingkungan. Izin Kelautan Perikanan karena sudah dipesisir," ujarnya.
Langganan:
Postingan (Atom)