Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Kamis menjatuhkan vonis hukuman penjara selama 20 tahun kepada Hisyam bin Ali Zein alias Umar Patek atas keterlibatannya dalam sejumlah tindak pidana terorisme.

Majelis Hakim yang diketuai Encep Yuliardi menyatakan pria berumur 46 tahun yang punya banyak nama alias itu terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana terkait terorisme.

Dia antara lain dinilai terbukti bersalah menyembunyikan informasi tentang terorisme, terlibat dalam pemboman sejumlah gereja tahun 2000, pemboman di Bali yang menewaskan 192 orang tahun 2002, menyuruh mencantumkan keterangan palsi dan menggunakan bahan peledak tanpa izin dari pejabat berwenang.

Vonis hukuman dari majelis hakim lebih rendah dari tuntutan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sebelumnya tim JPU menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama seumur hidup pada laki-laki yang juga bernama alias Umar, Abu Syekh, Arsalan, Abdul Karim, Umar Kecil, Umar Arab, Umar Syekh, Zacky dan Anis Alawi Jafar itu.

Jaksa menilai dia bersalah karena menyembunyikan informasi tentang terorisme, terlibat dalam pemboman beberapa gereja pada 2000 dan pemboman di Bali tahun 2002, ikut melakukan uji coba senjata di Banten dan latihan militer di Aceh, memiliki bahan peledak tanpa hak serta memalsukan dokumen.

Umar Patek dan tim penasehat hukumnya sudah menyampaikan pembelaan, membantah keterlibatan Umar sebagai perencana aksi terorisme serta keikutsertaannya dalam uji coba senjata di Banten dan latihan militer di Aceh.

Umar Patek juga meminta maaf kepada orang-orang yang menjadi korban aksi terorisme yang melibatkan dia serta keluarga mereka, juga kepada masyarakat kristiani, serta masyarakat dan pemerintah Indonesia.

Umar Patek sebelumnya merupakan anggota Jamaah Islamiyah yang paling di cari oleh pemerintah Amerika Serikat, Filipina dan Indonesia. Amerika bahkan menawarkan hadiah satu juta dolar AS bagi siapa saja yang berhasil menangkap Umar.

Umar Patek ditangkap oleh aparat keamanan Pakistan di Abottabad pada 25 Januari 2011 dan diesktradisi ke Indonesia pada 11 Agustus 2011.