Kamis, 28 April 2016

KPK Belum Ungkap Asal dan Peruntukan Duit Rp 1,7 Miliar yang Disita dari Nurhadi

Dhani Irawan - detikNews
Jakarta - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi masih berstatus saksi dalam kasus suap yang melibatkan panitera sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution. Namun KPK telah menyita duit berjumlah total Rp 1,7 miliar terdiri dari pecahan 6 mata uang.

Peruntukan duit yang disita dari rumah mewah Nurhadi di Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu masih diselidiki KPK. Apakah terkait dengan tindak pidana atau tidak, KPK masih belum membeberkannya.

"Sampai saat ini sedang diselidiki temuan yang ada di rumah yang bersangkutan," ucap Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (27/4/2016).

Nurhadi sendiri telah dicegah oleh Ditjen Imigrasi atas permintaan KPK. Dia dilarang bepergian ke luar negeri selama 6 bulan ke depan.

Duit yang disita itu terdiri dari dolar Amerika Serikat 37.603 atau sekitar Rp 496 juta; dolar Singapura 85.800 atau sekitar Rp 837 juta; yen China 170.000 atau sekitar Rp 20,244 juta; riyal Arab Saudi 7.501 atau sekitar Rp 26,433 juta; euro 1.335 atau sekitar Rp 19,912 juta; serta rupiah sebesar Rp 354.300.000.

Nama Nurhadi mulai dikenal publik saat menggelar pernikahan anaknya dengan megah di Hotel Mulia, Senayan. Sebagai PNS yang juga beristrikan PNS di MA, kekayaannya terbilang cukup banyak yaitu mencapai Rp 30 miliar lebih. Rumahnya di bilangan Hang Lekir V, Jakarta Selatan menempati 5 nomor yaitu dari nomor 2 hingga 6.

Wartawan telah berusaha menemui Nuhadi di kantornya tetapi Nurhadi tidak menemui atau memberikan keterangan atas kepemilikian ribuan dolar tersebut. Pihak yang memberikan keterangan di kasus ini adalah jubir MA hakim agung Suhadi. Wartawan juga telah mencoba meminta konfirmasi kepada Nurhadi di rumah megahnya menunggu berjam-jam lamanya, tetapi Nurhadi atau kerabatnya tidak ada yang menemui wartawan.

Dalam kasus ini, dua orang tersangka pun telah ditetapkan oleh KPK yaitu panitera sekretaris PN Jakpus Edy Nasution serta seorang pengusaha sekaligus perantara bernama Doddy Aryanto Supeno. Keduanya ditangkap seusai melakukan transaksi sebesar Rp 50 juta yang merupakan sebagian kecil dari duit yang dijanjikan.

Edy pun disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001, juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.

Sementara itu, Doddy disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001, juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.


(dha/fdn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar