Dhani Irawan - detikNews
Jakarta - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi masih berstatus
saksi dalam kasus suap yang melibatkan panitera sekretaris Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution. Namun KPK telah menyita
duit berjumlah total Rp 1,7 miliar terdiri dari pecahan 6 mata uang.
Peruntukan
duit yang disita dari rumah mewah Nurhadi di Hang Lekir, Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan, itu masih diselidiki KPK. Apakah terkait dengan
tindak pidana atau tidak, KPK masih belum membeberkannya.
"Sampai
saat ini sedang diselidiki temuan yang ada di rumah yang bersangkutan,"
ucap Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di kantornya, Jalan HR Rasuna
Said, Jakarta Selatan, Rabu (27/4/2016).
Nurhadi sendiri telah
dicegah oleh Ditjen Imigrasi atas permintaan KPK. Dia dilarang bepergian
ke luar negeri selama 6 bulan ke depan.
Duit yang disita itu
terdiri dari dolar Amerika Serikat 37.603 atau sekitar Rp 496 juta;
dolar Singapura 85.800 atau sekitar Rp 837 juta; yen China 170.000 atau
sekitar Rp 20,244 juta; riyal Arab Saudi 7.501 atau sekitar Rp 26,433
juta; euro 1.335 atau sekitar Rp 19,912 juta; serta rupiah sebesar Rp
354.300.000.
Nama Nurhadi mulai dikenal publik saat menggelar
pernikahan anaknya dengan megah di Hotel Mulia, Senayan. Sebagai PNS
yang juga beristrikan PNS di MA, kekayaannya terbilang cukup banyak
yaitu mencapai Rp 30 miliar lebih. Rumahnya di bilangan Hang Lekir V,
Jakarta Selatan menempati 5 nomor yaitu dari nomor 2 hingga 6.
Wartawan
telah berusaha menemui Nuhadi di kantornya tetapi Nurhadi tidak menemui
atau memberikan keterangan atas kepemilikian ribuan dolar tersebut.
Pihak yang memberikan keterangan di kasus ini adalah jubir MA hakim
agung Suhadi. Wartawan juga telah mencoba meminta konfirmasi kepada
Nurhadi di rumah megahnya menunggu berjam-jam lamanya, tetapi Nurhadi
atau kerabatnya tidak ada yang menemui wartawan.
Dalam kasus
ini, dua orang tersangka pun telah ditetapkan oleh KPK yaitu panitera
sekretaris PN Jakpus Edy Nasution serta seorang pengusaha sekaligus
perantara bernama Doddy Aryanto Supeno. Keduanya ditangkap seusai
melakukan transaksi sebesar Rp 50 juta yang merupakan sebagian kecil
dari duit yang dijanjikan.
Edy pun disangka melanggar Pasal 12
huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun
1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001,
juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.
Sementara
itu, Doddy disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1
huruf b atau Pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana
diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001, juncto Pasal 64 KUHP,
juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.
(dha/fdn)
Blog ini bersisi kumpulan berita tentang law enforcement dari kalangan Penegak Hukum, ya semacam kliping elektroniklah begitu
Kamis, 28 April 2016
Geledah Rumah Sekretaris MA Nurhadi, KPK Sita Rp 1,7 Miliar
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang Rp 1,7 miliar dari rumah
Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Duit ini ditemukan saat lembaga
antirasuah menggeledah rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Jakarta
Selatan, Kamis, 21 April 2016.
Penggeledahan dilakukan terkait dengan kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Uang yang disita dalam bentuk rupiah dan mata uang asing," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak di kantornya, Rabu, 27 April 2016.
Duit temuan itu terdiri atas US$ 37.603 atau Rp 496 juta; Sin$ 85.800 atau Rp 837 juta; 170 ribu yen atau Rp 20,244 juta; 7.501 riyal atau Rp 26,433 juta; 1.335 euro atau Rp 19,9 juta; dan Rp 354,3 juta.
KPK saat ini tengah mendalami keterlibatan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dalam kasus suap pengajuan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Ada indikasi, tapi belum bisa dipastikan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Sabtu lalu.
Pada 21 April 2016, Nurhadi dicekal KPK. Selama enam bulan ke depan, ia tak diperbolehkan ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan. Sebelum dicegah, rumah dan kantor Nurhadi sempat digeledah.
Pencegahan ini dilakukan karena Nurhadi terindikasi terlibat dalam perkara yang menyeret salah satu panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Edy diduga menerima suap dari Doddy Arianto Supeno dalam pengajuan peninjauan kembali dua perusahaan yang terlibat kasus perdata.
Edy ditangkap bersama Doddy di salah satu hotel di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Saat penangkapan itu, penyidik menemukan duit Rp 50 juta. Kepada penyidik, Edy mengaku sebelumnya pernah menerima duit Rp 100 juta pada Desember 2015 dari Doddy.
MAYA AYU PUSPITASARI
Penggeledahan dilakukan terkait dengan kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Uang yang disita dalam bentuk rupiah dan mata uang asing," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak di kantornya, Rabu, 27 April 2016.
Duit temuan itu terdiri atas US$ 37.603 atau Rp 496 juta; Sin$ 85.800 atau Rp 837 juta; 170 ribu yen atau Rp 20,244 juta; 7.501 riyal atau Rp 26,433 juta; 1.335 euro atau Rp 19,9 juta; dan Rp 354,3 juta.
KPK saat ini tengah mendalami keterlibatan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dalam kasus suap pengajuan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Ada indikasi, tapi belum bisa dipastikan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Sabtu lalu.
Pada 21 April 2016, Nurhadi dicekal KPK. Selama enam bulan ke depan, ia tak diperbolehkan ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan. Sebelum dicegah, rumah dan kantor Nurhadi sempat digeledah.
Pencegahan ini dilakukan karena Nurhadi terindikasi terlibat dalam perkara yang menyeret salah satu panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Edy diduga menerima suap dari Doddy Arianto Supeno dalam pengajuan peninjauan kembali dua perusahaan yang terlibat kasus perdata.
Edy ditangkap bersama Doddy di salah satu hotel di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Saat penangkapan itu, penyidik menemukan duit Rp 50 juta. Kepada penyidik, Edy mengaku sebelumnya pernah menerima duit Rp 100 juta pada Desember 2015 dari Doddy.
MAYA AYU PUSPITASARI
Langganan:
Postingan (Atom)