Senin, 18 Agustus 2014

PTTUN Menangkan PD Pasar Jaya Soal Pasar Benhil

INILAHCOM, Jakarta - Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) memenangkan upaya banding PD Pasar Jaya, terhadap keputusan yang memenangkan penggugat Walman Aruan cs, dalam sengketa Pembangunan Pasar Benhil, Jakarta Pusat.

PTUN mengabulkan semua permohonan penggugat sesuai putusan PTUN No: 214/G/2013/PTUN-JKT tertanggal 1 April 2014. Oleh PTTUN, putusan ini dianulir dengan hasil putusan Nomor: 162/B/2014/PT.TUN.JKT.

Di dalamnya disebutkan, PTTUN menerima permohonan banding tergugat. PTTUN juga menolak gugatan yang diajukan oleh penggugat serta membatalkan penundaan pelaksanaan keputusan TUN yang telah di putus PTUN Jakarta Nomor : 214/G/2013/PTUN.JKT, tertanggal 22 Juli 2014.

Kuasa hukum PD Pasar Jaya, Desmihardi, mengklaim telah memenangkan gugatan yang sama melalui putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan Nomor: 454/Pdt.G/p2013/PN.JKT tertanggal 9 Juli 2014.

“Putusan ini sebagai dasar kita melanjutkan rencana Pembangunan Pasar Benhil dan Kavling 36a dalam waktu dekat. Bukan menang atau kalah yang menjadi tujuan bagi kami, tetapi bagaimana kita mewujudkan keinginan sebagian besar masyarakat pedagang Pasar Benhil dan Kavling 36a untuk segera dilakukan peremajaan Pasar,” jelas Kepala Humas PD Pasar Jaya, Agus Lamun, Jakarta, Senin (18/8/2014).

Atas putusan itu, PD Pasar Jaya bersiap-siap melanjutkan pembangunan Pasar Benhil dan Kavling 36a. “Sebagian besar pedagang sudah tidak sabar untuk menempati pasar hasil peremajaan,” kata Agus. [gus]

Rabu, 13 Agustus 2014

Absen di Sidang Kasasi, Hakim Agung Salman Dinilai Tidak Profesional

Rina Atriana - detikNews

Jakarta - Vonis kasasi kasus pencurian di apartemen mewah diketok meski hanya dihadiri 4 dari 5 orang majelis hakim. Hal tersebut dinilai sebagai bentuk ketidakprofesionalan Mahkamah Agung (MA).

"Memang ketidakhadiran salah satu hakim tidak membuat putusan cacat hukum. Meskipun demikian, fenomena itu menunjukan ketidakprofesionalan hakim MA," kata Peneliti ILR, Erwin Natosmal Oemar, dalam pesan singkat yang diterima detikcom,

Saat itu yang berhalangan hadir adalah hakim agung Salman Luthan karena sedang dinas di luar kota. Namun ia tetap mengirimkan pertimbangan hukumnya terhadap kasus tersebut.

"Artinya melanggar salah satu poin dari kode etik hakim, poin 8 tentang profesionalisme," tutur Erwin.

Sidang di MA selama ini memang dilakukan tertutup. Tak bisa dilihat langsung atau pun terdokumentasi secara elektronik. Rupanya sidang-sidang tersebut ada kalanya tidak dihadiri oleh anggota majelis.

Kasus pencurian di Gedung Apartemen Menara Kuningan 2011 lalu contohnya. Meski yang hadir dalam musyawarah hanya 4 hakim agung, keempatnya lalu melakukan voting. Skor akhir yaitu 3 membebaskan terdakwa dan 2 menjatuhkan hukuman penjara.

Hakim agung Salman menilai ketidakhadirannya tidak mempengaruhi keabsahan hasil putusan kasasi.

"Sudah biasa begitu. Tidak apa-apa, pendapat saya kan sudah dikirim. Jadi nggak masalah," kata Salman.

Penjelasan Menteri Kesehatan tentang PP Bolehkan Aborsi

VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani peraturan pemerintah yang melegalkan aborsi. Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang ditandatangani pada 21 Juli 2014 kemarin itu menyebutkan bahwa perempuan boleh melakukan aborsi.

Tapi, tentu ada syarat tertentu yang memperbolehkan seorang wanita melakukan aborsi. Yaitu, jika ada kedaruratan medis atau akibat pemerkosaan.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan PP Kesehatan Reproduksi itu adalah turunan dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 26 Tahun 2009. Sehingga, PP itu sudah sesuai dengan UU.

"Jadi telah dibahas selama 5 tahun. Baik UU dan PP mengatakan aborsi dilarang kecuali untuk dua keadaan: gawat darurat medik dan kehamilan akibat pemerkosaan," kata Nafsiah di Istana Negara, Jakarta, Rabu 13 Agustus 2014.

Menurutnya perempuan yang melakukan aborsi karena kedaruratan medik dan korban perkosaan ini, harus dibuktikan oleh tim ahli. Dia menambahkan ada persyaratannya yaitu, untuk korban perkosaan, usia kehamilan di bawah 40 hari terhitung dari hari pertama haid terakhir.

"Itu sudah ada fatwa MUI. Memang kalau Katolik, dari pembuahan itu sudah dianggap sebagai manusia. Kita lakukan konseling. Keputusan adalah di tangan ibu, tentu dengan persetujuan suami, tapi bahwa dia sudah diberikan informasi, konseling pra tindakan dan sesudah tindakan dan dia berhak iya atau tidak," kata Nafsiah.

Menurutnya tim ahli ini akan menjangkau ke daerah-daerah. Jadi, setelah PP ini dikeluarkan maka akan ada Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur pelatihan untuk tenaga kesehatan supaya bisa mengetahui dan bisa memberikan konseling yang tepat.

"Sehingga tidak sembarangan karena baik UU dan PP mengatakan abortus dilarang kecuali untuk 2 hal ini," ujar dia.

Menurut Nafsiah, UU dan PP disusun dengan kehati-hatian. Sehingga, pembahasan UU dan PP ini melibatkan lintas sektoral baik masyarakat umum, agama dan lainnya.

Sementara pelegalan aborsi untuk perempuan korban pemerkosaan, kata Nafsiah, karena pemerintah sering mendapat informasi dari perempuan korban pemerkosaan ini memiliki trauma yang cukup panjang, masih di bawah umur dan mereka tidak siap untuk punya anak.

"Artinya memang ada peluang di situ yang diberikan PP itu, tentu itu melalui proses ya, dari keluarga, pihak kedokteran, tokoh masyarakat, kalau ingin melakukan aborsi itu. Jadi tidak semua aborsi dilakukan," jelasnya.

Menurut Nafsiah PP adalah langkah maju dari pemerintah untuk melindungi hak asasi perempuan.

Pasal yang memperbolehkan aborsi itu tertuang dalam pasal 31 ayat 1 disebutkan bahwa tindakan aborsi dilakukan jika ada indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat pemerkosaan. Sementara dalam pasal 31 ayat 2 disebutkan bahwa tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Sementara, pada pasal 32 ayat 1 diatur mengenai aborsi bisa dilakukan jika ada kedaruratan medis, yaitu kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu, kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

Sementara pada ayat 2 diatur bahwa penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar.

Kemudian, pasal Pasal 33 diatur mengenai:
(1) Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan oleh tim kelayakan aborsi.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.
(3) Dalam menentukan indikasi kedaruratan medis, tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar.
(4) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat surat keterangan kelayakan aborsi.

Sementara, pengertian aborsi atas kasus pemerkosaan ini, terdapat pada pasal 34 yaitu:
(1) Kehamilan akibat perkosaan merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kehamilan akibat pemerkosaan harus dibuktikan dengan:
a. usia kehamilan sesuai dengan kejadian pemerkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan
b. keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan pemerkosaan.

PTUN Tolak Gugatan Hasil Lelang Jabatan Kepsek, Mantan Guru Teriak Histeris

Edward Febriyatri Kusuma - detikNews


Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) menolak gugatan yang diajukan mantan kepala sekolah terkait hasil lelang jabatan oleh ketua tim seleksi terbuka calon kepala puskesmas dan Kepsek SMA serta SMKN. Mantan kepsek yang melakukan gugatan tersebut berteriak histeris di halaman PTUN usai persidangan.

Persidangan yang diketuai majelis hakim, Nur Akti, dihadiri oleh kedua kuasa hukum dari penggugat Turaji dan kuasa hukum tergugat dari staf Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Alamsyah. Berdasarkan berkas yang diterima oleh panitera gugatan tersebut diajukan kepada ketua komite panitia lelang. Hakim yang telah melakukan pemeriksaan dan membandingkan dengan bukti-bukti yang ada memutuskan menolak gugatan tersebut.

"Obyek gugatan tidak termasuk dalam pengertian keputusan tata usaha negara terbukti beralasan hukum sehingga harus dinyatakan diterima. Dan eksepsi tergugat selebihnya tidak perlu dipertimbangkan," ujar ketua Majelis Hakim, Nur Akti dalam persidangan Rabu (13/8/2014).

Majelis hakim juga menjelaskan dalam pokok sengketa. Obyek gugatan tidak termasuk dalam pokok sengketa sehingga tidak perlu dipertimbangkan lagi.

"Dan gugatan para penggugat dinyatakan tidak diterima menimbang karena gugatan tidak diterima sesuai pasal 110 UU No 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara, dan kepada para penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara yang akan ditentukan dalam amar putusan ini," ujar Nur.

Usai persidangan guru-guru tersebut itu pun terpaksa gigit jari. Mereka pun keluar dari ruang persidangan dengan tertib. Namun suasana menjadi ramai ketika salah satu mantan guru yang telah mengajukan sertifikat kepala sekolah berteriak histeris.

"Hakim seharusnya dapat membuka hati nuraninya, karena kami ini guru, kami bisa marah karena sudah enam bulan kami dizalimi. Kami ini guru kami bisa menjaga profesionalitas," teriak Deden Suhendi.

Deden mengatakan secara proses peradilan dirinya memang kalah. Tetapi secara de facto mereka mengklaim telah memenang peradilan.

"Kami sudah optimis dengan berdoa ikhtiar dan tawakal, perjuangan kami tulus ikhlas tanpa ada intervensi, kami kecewa kami dizalimi dua kali. Sekarang yang lulus kepala sekolah SMK 8 orang dan SMA 4 orang ini menjadi lucu kenapa calon kepsek yang memiliki sertifikat tidak lulus padahal mereka tidak memiliki sertifikat. Jangan politisi hasil lelang kepala sekolah nanti setiap kepala daerah akan bisa seenak-enaknya kepada kami untuk memenang pemilihan," ungkapnya.