Rabu, 23 Januari 2013

MA: Bupati Aceng Langgar Sumpah Jabatan

VIVAnews – Mahkamah Agung menyetujui rekomendasi DPRD Kabupaten Garut untuk melengserkan Bupati Garut Aceng Fikri. MA memandang Aceng telah melanggar sumpah jabatan.

MA dalam pertimbangannya menilai, dalam kasus pernikahan siri kilatnya, posisi Aceng Fikri tidak dapat dipisahkan antara pribadi dengan jabatannya sebagai Bupati Garut.
“Sebab dalam perkawinan, jabatan tersebut melekat pada diri yang bersangkutan,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta, Rabu 23 Januari 2013.

Ridwan mengatakan, sebagai pejabat negara Aceng Fikri harus menjaga perilakunya sesuai dengan sumpah jabatan yang telah ia ucapkan saat dilantik.

Putusan MA mengenai pelengseran Aceng Fikri akan diserahkan ke DPRD Garut hari ini. Selanjutnya, MA menyerahkan pengambilan keputusan kepada DPRD Garut sendiri. “Pelaksanaannya diserahkan kepada pemohon (DPRD Garut), dan putusan ini akan disampaikan kepada para pihak,” ujar Ridwan.

Sebelumnya, pengacara Aceng Fikri mengatakan akan menggugat renteng Mahkamah Agung, Menteri Dalam Negeri, dan DPRD Garut sebesar Rp5 triliun jika Aceng sungguh-sungguh dimakzulkan dari jabatannya.

“Kami akan bertindak ke pengadilan jika Aceng dilengserkan,” kata pengacara Aceng Fikri, Eggi Sudjana. Menurutnya, pelengseran Aceng mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi kliennya. “Materi dan wibawa Aceng selaku pimpinan daerah tak ternilai harganya,” ujar Eggi.

Ia mengatakan, pelengseran Aceng mengoyak-oyak syariat Islam yang memperbolehkan pria menikahi lebih dari satu orang istri. Nikah siri Aceng Fikri juga dianggap Eggi bukan pelanggaran pidana, hanya pelanggaran administrasi. (umi)

Hukuman Nazaruddin Ditambah Tiga Tahun

INILAH.COM, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi terdakwa kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet Palembang, Muhammad Nazaruddin, dan mengabulkan permohonan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menambah masa hukumannya.

Majelis hakim yang terdiri atas Hakim Agung Artidjo Alkostar sebagai ketua serta Hakim Agung Mohammad Askin dan MS Lumme sebagai anggota pada Selasa (22/1/2013) memutuskan menambah masa tahanan Nazaruddin dari empat tahun 10 bulan menjadi tujuh tahun.

Menurut Hakim Agung Artidjo Alkostar di Jakarta, Rabu (23/1/2013), majelis hakim juga menambah pengenaan denda bagi Nazaruddin menjadi Rp300 juta.

Hakim Agung yang mengadili perkara itu menyatakan Nazaruddin terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf b UU No. 20/2001 tentang perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada 20 April 2012, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) berkeputusan secara bulat bahwa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin terbukti bersalah karena menerima hadiah atau gratifikasi sebesar Rp4,6 miliar berupa cek dari PT Duta Graha Indah, rekanan Kemenpora dalam proyek pembangunan wisma atlet SEA Games di Jakabaring, Pelembang, Sumatra Selatan senilai Rp191 miliar. Hadiah itu sebagai bentuk terima kasih karena Nazaruddin sudah mengupayakan PT DGI mendapatkan proyek tersebut.

Majelis hakim menghukumnya selama empat tahun dan 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta, subsider empat bulan kurungan penjara. [ant/mvi]

Pengadilan Tolak Banding Miranda Goeltom

INILAH.COM, Jakarta - Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas vonis mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom dalam kasus suap terhadap anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004.

"Menguatkan putusan pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat No 39/Pid.B/Tpk/2012/PN.Jakarta Pusat tanggal 27 September 2012 yang dimintakan banding tersebut," demikian salinan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 56/PID/TPK/2012/PT.DKI tertanggal 13 Desember 2012, Rabu (23/1/2013).

Dalam sidang 27 September 2012, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan Miranda bersalah melakukan tindak pidana korupsi serta menjatuhkan hukuman penjara selama tiga tahun dan denda Rp100 juta.

Menurut Ketua Majelis Hakim Gusrizal, Miranda terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan pertama Pasal 5 ayat 1 huruf b juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang terdiri atas Achmad Sobari (ketua) dengan anggota Asnahwati, Mochammad Hatta, As`adi Al Ma`ruf dan Sudiro menyatakan punya dua alasan untuk menguatkan putusan Pengadilan Tipikor.

Alasannya, menurut hakim Pengadilan Tinggi, majelis tingkat pertama telah melakukan penilaian terhadap fakta-fakta hukum dengan cermat dan berdasarkan alas bukti yang cukup dan sah.

Selain itu, hakim Pengadilan Tinggi menyatakan tidak mendapatkan hal-hal baru yang dapat membatalkan putusan Pengadilan Negeri dalam memori banding yang diajukan. [ant/mvi]