Selasa, 31 Juli 2012

Busyro Bantah KPK Tertahan Saat Geledah Polri

VIVAnews - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi membantah adanya insiden tertahannya penyidik saat menggeledah kantor Korps Lalu Lintas Markas Besar Polri di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan. Menurut KPK, Polri sangat kooperatif.

"Bukan tertahan. Sejak jam 11 malam kami menemani tim penggeledahan di sini," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas kepada VIVAnews, Selasa 31 Juli 2012. Menurut Busyro, insiden itu tidak ada.

Yang ada justru sebaliknya, pihak Markas Besar Polri bersikap kooperatif atas penggeledahan yang berlangsung sejak Senin petang 30 Juli 2012 sampai dengan Selasa dini hari tadi.

"Mereka menemani dengan ramah," ujar Busyro lagi. Informasi yang diperoleh VIVAnews, penggeledahan ini terkait kasus dugaan penggelapan dana pengadaan barang simulator pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Tidak adanya insiden penahanan penyidik itu diperkuat dengan kehadiran petinggi KPK dan Polri yang mendampingi pengggeledahan. Mereka yang hadir saat penggeledahan itu yakni Ketua KPK sendiri Abraham Samad, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Dua direktur KPK juga hadir yakni Direktur Penelitian dan Pengembangan (litbang), Direktur Penyidikan dan Penuntutan KPK. Juru bicara KPK Johan Budi juga hadir dalam penggeledahan itu.

Dari pihak Polri, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Sutarman juga hadir. "Ada Pak Tarman," ujar Busyro. (umi)

Puluhan Hakim Daerah Akan Geruduk MK

Andi Saputra - detikNews


Jakarta Puluhan hakim dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berasal dari berbagai daerah dari penjuru Indonesia telah berada di Jakarta. Mereka akan mengikuti pembacaan sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait status hakim. Selain itu, mereka akan protes terkait kriminalisasi hakim dalam beberapa RUU yang sedang digodok.

‎​"Apa pun hasil keputusan MK pagi ini, kami sebagai hakim mengapresiasi langkah besar yang telah ditorehkan oleh Pak Teguh selaku pemohon yang telah melakukan sebuah langkah dialektika konstitusional dalam rangka mencapai kemandirian kekuasaan kehakiman," kata humas hakim daerah Abdurrahman Rahim saat berbincang dengan detikcom, Selasa (31/7/2012).

Pengujian ini terkait status hakim yang diberikan oleh negara. Dalam konstitusi mereka disebut pejabat negara. Namun dalam pelaksanaannya, mereka disetarakan dengan PNS, bahkan lebih rendah dari PNS. Gaji para hakim itu 4 tahun tidak naik sementara tunjangannya 11 tahun tidak dinaikkan.

"Tadi malam sudah 60 orang hakim dari 3 peradilan berada di Jakarta dan akan datang tambahan hakim-hakim lainnya pagi ini untuk menyaksikan dan memberikan dukungan terhadap upaya mewujudkan kekuasaan kehakiman oleh teman kami," beber Abdurrahman.

Dalam kesempatan itu, para hakim juga akan menyampaikan protes atas kriminalisasi hakim dalam RUU Peradilan Anak. Mereka menilai ancaman maksimal 2 tahun penjara bagi hakim dalam RUU tersebut mengancam konstitusi dan kedaulatan yustisial. Kriminalisasi hakim juga muncul dalam RUU MA.

"Kehadiran kami di MK serentak memakai pita hitam sebagai simbol keprihatinan atas perlakuan lembaga negara lainnya terhadap kemandirian kekuasaan kehakiman selama ini. Kami ingin memberikan sikap sebagai hakim-hakim muda atas upaya mengkerdilkan hakim dan mengkerdilkan kekuasaan kehakiman dengan kriminalisasi hakim seperti dalam RUU MA yang sedang dibahas, serta UU Peradilan Anak. Kami sangat menentang hal tersebut," sesal Abdurrahman.

Terkait keputusan 3 menteri, Komisi Yudisial (KY) dan MA atas rencana kenaikan gaji hakim, Abdurrahman memberikan apresiasi setinggi-tingginya. Nantinya, jika hakim benar-benar mendapat gaji Rp 10,6 juta bagi hakim masa kerja 0 tahun maka diharapkan semakin menguatkan lembaga yudikatif sebagai benteng keadilan.

"Kami sangat berterimakasih dan mengapresiasi apa yg telah dilakukan untuk menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang hak-hak hakim sebagai pejabat negara, menyikapi kerja keras dari tim kecil tersebut, kami mengharapkan Presiden sebagai kepala negara segera menandatangani RPP tersebut untk menjadi PP," tandas Abdurrahman.

Sabtu, 28 Juli 2012

Misbakhun akan tuntut penegak hukum dan BK DPR

Jakarta (ANTARA News) - Mantan terpidana kasus Letter of Credit Bank Century, Mukhammad Misbakhun, akan melakukan perlawanan dan menuntut penegak hukum yang telah menghukumnya dan ternyata tidak bersalah.

"Dengan putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) Misbakhun, dia akan melakukan perlawan dan akan menuntut balik semua penegak hukum yang sudah menghukum dia," kata kuasa hukum Misbakhun, Yusril Ihza Mahendra kepada ANTARA News, Jakarta, Jumat.

Selain itu, kata Yusril yang baru ditunjuk sebagai kuasa hukum Misbakhun menambahkan, kliennya juga akan menuntut Badan Kehormatan DPR RI yang telah mengeluarkan keputusan untuk memberhentikan Misbakhun sebagai anggota DPR RI.

"Misbakhun juga akan menuntut BK DPR agar mencabut keputusan BK DPR RI. Sebab pasca putusan MA, nama baik, kedudukannya harus segera dipulihkan, termasuk sebagai anggota DPR RI, juga harus dipulihkan karena saat dia diberhentikan, dia sedang menjadi anggota DPR RI," kata Yusril.

Terkait perlawanannya dengan menuntut penegak hukum, Yusril menyatakan, berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman yang baru, bila menuntut orang dengan pasal yang tidak terbukti, maka bisa dituntut dan dipidana.

"Putusan MA, semua tuntutan dan tuduhan kepada Misbakhun tidak terbukti sama sekali. Maka penegak hukum yang telah menjatuhkan hukuman bisa dituntut balik," kata Yusril.

Terkait penunjukan sebagai kuasa hukum Misbakhun, Yusril mengatakan, dirinya sudah dihubungi sejak sebulan lalu. Sejak itu, dirinya dan Misbakhun selalu berdiskusi langkah apa yang akan dilakukan bila MA mengabulkan PK-nya dan sebaliknya.

"Saya resmi menjadi kuasa hukum Misbakhun pasca putusan MA ini," kata Yusril.

Rabu, 25 Juli 2012

Gaji Hakim Pemula Disepakati Rp10,6 Juta

INILAH.COM, Jakarta - Pemerintah akhirnya sepakat untuk meningkatkan kesejahteraan hakim. Melalui lima institusi, yakni MA , KY, Kemenkeu, Kemenpan-RB, dan Sekretariat Negara, pemerintah menyepakati kisaran gaji minimal hakim tingkat pertama sebesar Rp10,6 juta hingga Rp11 juta.

Besaran kisaran gaji tersebut masih ditambah dengan peningkatan sejumlah fasilitas dan tunjangan lainnya. Bahkan, menurut Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansur, upaya peningkatan kesejahteraan hakim yang dilakukan lima institusi menyepakati adanya perubahan status hakim. Yakni dari hakim pegawai negeri sipil biasa menjadi pejabat negara.

"Jumlah gaji minimal sudah disepakati, tetapi masih akan dihitung ulang karena ada perbedaan mengenai besarannya," ujar Ridwan Mansyur di Gedung Mahkamah Agung, Rabu (25/7/2012).

Dia menjelaskan, besaran gaji setiap hakim nantinya akan ditentukan oleh jenjang karir, wilayah, dan kelas pengadilan hakim bersangkutan. Sedangkan sebagai pejabat negara, hakim nantinya akan mendapatkan sejumlah tunjangan. Di antaranya tunjangan penunjang mobilitas kerja berupa kendaraan, tunjangan kemahalan berdasarkan zona/daerah, tunjangan jatah pensiun, dan tunjangan perumahan.

Penentuan besaran gaji, lanjut Ridwan, selanjutnya akan dibahas lebih lanjut hingga akhir bulan Juli 2012. Yakni dengan mendasarkan jenjang karir, wilayah dan kelas pengadilan untuk menentukan besaran hakim yang ada.

Setelah rampung, usulan akan segera diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk diterbitkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres). [mvi]

PTUN Menangkan Basyrah, Mendagri Banding

JAKARTA - Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memenangkan Basyrah Lubis sedang dalam kajian di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Mendagri Gamawan Fauzi pun dipastikan akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi TUN DKI Jakarta.

"Kita akan banding," ujar Kapuspen Kemendagri, Reydonnyzar Moenek kepada JPNN di kantornya, kemarin (24/7).

Kemendagri sendiri sudah menerima salinan putusan PTUN tersebut. Yakni perkara nomor 63/G/2012/PTUN/Jakarta. Isi putusan menyatakan batal SK pemberhentian tetap Basyrah Lubis dari jabatannya sebagai bupati Padang Lawas (Palas). Putusan PTUN juga memerintahkan mendagri untuk mengembalikan Basyrah pada jabatannya sebagai bupati.

Reydonnyar memastikan, Mendagri Gamawan Fauzi tetap akan mempertahankan SK Nomor 131.12.243 Tahun 2012 tertanggal 5 April 2012 tentang pemberhentian tetap Basyrah Lubis. Dasar pemberhentian adalah putusan kasasi MA yang menyatakan Basyrah terbukti bersalah.

Sikap Mendagri yang tetap pada sikapnya, kata Reydonnyzar, juga berdasarkan fakta bahwa sudah ada putusan Peninjauan Kembali (PK) dari MA, yang menolak permohonan PK Basyrah.

"Dengan terbitnya putusan PK, maka makin memperkuat SK yang sudah dikeluarkan mendagri. Bagaimana PK menolak, tapi PTUN mengabulkan gugatan. Lebih tinggi mana, putusan PK yang dikeluarkan MA ataukah PTUN?" ujar Donny, panggilan akrab Reydonnyzar Moenek.

Seperti telah diberitakan, majelis hakim agung MA telah mengeluarkan putusan, menolak PK yang diajukan Basyrah. Putusan dikeluarkan MA pada 10 Juli 2012.

"PK pemohon (terpidana), tidak dapat diterima," demikian keterangan singkat Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, kepada JPNN di Jakarta, 12 Juli 2012.

Rabu, 18 Juli 2012

Andriyani Menang Lawan Negara, Perusahaan Harus Tunduk pada Putusan MK

Ahmad Toriq - detikNews

Jakarta Kemenangan Andriyani (38), buruh yang berhadapan dengan negara dalam menafsirkan pasal 169 ayat 1 huruf c UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, membawa dampak bagi sistem ketenagakerjaan di Indonesia. Berdasarkan kasus Andriyani, seorang karyawan mungkin untuk minta di-PHK dengan kondisi tertentu. Aggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka, meminta keputusan itu dijalankan oleh perusahaan.

"Keputusan MK tersebut menegaskan dan memperjelas maksud hukum dalam UU 13/2003 pasal 169. Keputusan MK ini penting dalam posisi bukan mengoreksi isi pasal, namun mengoreksi penyimpangan pada implementasi di lapangan. Jadi keputusan MK justru memangkas distorsi terhadap pasal 169 akibat multitafsir di dalam memaknai pasal tersebut," kata Rieke yang concern pada masalah buruh, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (18/7/2012).

Rieke menyambut baik keputusan MK tersebut. Menurutnya dengan putusan itu, maka para buruh bisa mendapatkan haknya sebagai pekerja sesuai dengan Undang-undang.

"Mengapresiasi keputusan MK yang semakin mempertegas UU 13 pasal 169 yang menyatakan sepanjang pemberi kerja tidak membayarkan upah kepada pekerja terus menerus selama tiga bulan, maka pekerja tersebut berhak untuk mengajukan PHK dengan mendapatkan hak kompensasi pekerja sebesar dua kali ketentuan yang diatur dalam UU 13 pasal 156," ujarnya.

Seperti diketahui, Andriyani telah 14 tahun bekerja di sebuah perusahaan PJTKI. Namun 18 bulan terakhir tidak digaji. Saat dia meminta PHK, perusahaan menggajinya kembali sehingga hapus hak-haknya untuk di-PHK. Tidak terima, Andriyani menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) namun kandas. Karena tidak punya uang untuk banding, dia pun menggugat pasal 169 ayat 1 huruf c UU Ketenagakerjaan ke MK dan dikabulkan.

"Pasal ini dimaknai buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial apabila pengusaha tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih. Meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu," demikian bunyi amar putusan MK.

Kasasi Ditolak, KPPU Kalah Melawan Perusahaan Raksasa AS

Andi Saputra - detikNews

Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) lagi-lagi harus menelan pil pahit. Sebab Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi KPPU terkait bisnis kartel obat. Alhasil, PT Pfizer Indonesia dan PT Dexa Medica terbebas dari hukuman KPPU untuk membayar denda sebesar Rp 25 miliar.

"Menolak kasasi KPPU," tulis panitera yang dilansir website resmi MA, Rabu (18/7/2012).

Perkara yang bernomor 294 K/PDT.SUS/2012 diketok oleh Valerine JL Kriekhoff selaku hakim ketua. Adapun hakim anggota yaitu Takdir Rahmadi dan Nurul Elmiyah. Putusan ini diadili pada 28 Juni 2012 lalu setelah diproses selama 2 bulan.

Seperti diketahui, perusahaan raksasa Amerika Serikat (AS) yang bergerak dalam bidang farmasi ini dihukum oleh KPPU karena dituduh melakukan kartel bisnis obat hipertensi jenis amplodipine besylate. Keduanya dihukum membayar denda Rp 25 miliar. Tidak terima lalu keduanya mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarat Pusat (PN Jakpus).

Majelis hakim PN Jakpus pada 7 September 2011 mengabulkan gugatan keberatan mereka terhadap keputusan KPPU soal harga obat hipertensi. Ketua Majelis Hakim Tjokorda Rai Suamba dalam putusannya mengatakan keputusan KPPU untuk memvonis kedua perusahaan tidak cukup alat bukti.

Soalnya, terkait dugaan kartel, majelis menilai bukti-bukti yang dimiliki KPPU tidak dapat melengkapi tuduhan bahwa kedua perusahaan tersebut melakukan kartel. Karena ada banyak pelaku usaha lain yang juga memproduksi obat hipertensi, namun perusahaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh KPPU.

Granat Lawan Ketua PTUN Setelah Grasi Ditolak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) mengajukan perlawanan hukum, terhadap penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Yodi Martono Wahyunadi, yang menolak gugatan grasi terhadap terpidana narkotika Schapelle Leigh Corby dan Peter Grobman.  
"Kami melakukan perlawanan hukum kepada Ketua PTUN, yang menyatakan perkara yang kami ajukan bukan wewenang PTUN," ujar Hermasyah Dulaimikata, salah satu advokat Granat kepada wartawan, usai mendaftarakan perlawanan ke panitera PTUN Jakarta, Rabu (18/7/2012).
Hermansyah mengatakan, grasi yang diberikan kepada dua WNA asing yang tersangkut kasus narkoba, merupakan keputusan tata usaha negara, yang merupakan kewenangan PTUN untuk mengadili jika ada suatu gugatan.
"Perlawanan hukum yang kami lakukan ini sudah sesuai pasal 62 ayat 1 huruf F UU tentang pengadilan tata usaha negara, yang isinya bila suatu perkara dalam proses dismissal ditolak PTUN, pihak penggugat boleh ajukan perlawanan ke ketua PTUN," jelasnya.
Berdasarkan keputusan grasi yang ditandatangani presiden, lanjutnya, tidak ada pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA). Padahal, pemberian grasi harus melalui pertimbangan MA.
Hermansyah menuturkan, dalam UU tentang grasi dijelaskan, permohonan grasi paling lambat satu tahun setelah perkara punya ketetapan hukum. Masalahnya, perkara Corby sejak 2007 sudah memiliki ketetapan hukum, namun baru pada 2012 diberikan grasi.
"Logikanya sudah enam tahun kasus ini ikrah. Sesuai pasal 10 UU tentang grasi, permohonan grasi satu tahun sejak putusan, dinyatakan ikrah. Ini yang akan kami daftarkan pada hari ini," tutur Hermansyah.
Sebelumnya, majelis hakim PTUN Jakarta, menolak gugatan yang diajukan Granat, terkait pemberian grasi terhadap terpidana narkotika Schapelle Leigh Corby dan Peter Grobman.
Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta Yudi Martono Wahyunadi mengatakan, pemberian grasi adalah hak prerogatif presiden. (*)

Kapolri: diskresi kepala daerah tak terlarang dilakukan

Senin, 9 Juli 2012 23:09 WIB | 1034 Views
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Timur Pradopo mengatakan, meski hingga kini belum ada aturan tertulis tentang diskresi di lingkungan pejabat publik, namun bukan berarti langkah itu dilarang untuk dilakukan.

Kapolri menegaskan itu lewat pemaparan tertulis yang dibacakan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman dalam lokakarya "Mitigasi Risiko Terkait Dengan Diskresi Kepala Daerah Agar Terhindar dari Pidana Korupsi" yang diselenggarakan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) di Jakarta, Senin.

Para kepala daerah, kata Kapolri, harus berperan aktif dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 untuk memajukan kesejahteraan umum. "Kebijakan ini melekat dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan," katanya.

Dalam kaitan itu, para pejabat publik di daerah kerap kali dihadapkan pada situasi dan kondisi genting, seperti bencana alam, maupun berbagai kondisi lain yang mengharuskan kepala daerah segera mengambil tindakan responsif, cepat dan tanggap.

Pertanyaan yang muncul, kata Kapolri, ialah bagaimana agar diskresi yang diambil dapat terhindar dari jeratan tindak pidana korupsi. Oleh karenanya, para pejabat publik harus mempunyai pertanyaan dalam diri mereka, yang menjadi kriteria perlu dilakukan atau tidaknya diskresi.

Timur Pradopo menegaskan, dari kacamata aparat penegak hukum, setiap kebijakan pejabat publik ataupun setiap diskresi yang berpotensi untuk diambil berpotensi untuk diuji apakah itu murni bertujuan mengatasi suatu masalah, ataukah dengan maksud penyalahgunaan wewenang dan jabatan.

Untuk itu, para kepala daerah bisa berpedoman pada empat kriteria, apakah keputusannya itu bertentangan dengan hukum, selaras dengan kewajiban umum pemerintahan yang baik, tak bertentangan dengan ketertiban umum serta apakah dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi saat membuka lokakarya menegaskan, diskresi kepala daerah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan umum dan tanpa motivasi memperkaya diri berbeda dari korupsi yang sengaja diniatkan dan dilakukan.

Diskresi adalah kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi.

Sambutan Mendagri dibacakan oleh Kepala Badan Pelatihan dan Pendidikan, Kemendagri, Tarmizi Abdul Karim dalam lokakarya dihadiri sedikitnya 200 peserta dari berbagai kalangan, termasuk para kepala daerah atau pejabat daerah bidang keuangan, hukum dan humas.

Gamawan Fauzi mengatakan, modus baru korupsi yang sering menjadi batu sandungan bagi kepala daerah seperti menahan setoran pajak ke pusat dengan menyimpannya di rekening pribadi. Juga, modus meminjam dari kas daerah, mark-up maupun cash back dari rekanan proyek.

Menurut Gamawan Fauzi mitigasi diskresi adalah langkah pencegahan agar kepala daerah terhindar dari pidana korupsi, dan tindakan preventif untuk meminimalkan dampak negatif dari pelaksanaan kebebasan atau keleluasaan administratif negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri.

Diskresi demikian, tambah Mendagri, biasanya dilakukan para kepala daerah guna menyelesaikan berbagai persoalan mendesak atau darurat yang belum ada atau belum jelas aturannya agar terhindar dari jerat pidana korupsi.

Berdasarkan pemahaman tersebut, menurut Gamawan Fauzi, maka mitigasi diskresi harus dilandasi prinsip bertindak cermat, berorientasi pada tujuan, untuk kepentingan umum, kelancaran penyelenggaraan pemerintah dan tanpa motivasi memperkaya diri atau orang lain.

Ketua Umum Apkasi Isran Noor dalam sambutan pembukaannya meminta agar ada rumusan yang jelas bagi kepala daerah untuk melaksanakan kebijakan mana yang masuk ranah pidana perdata.

Isran Noor mengatakan, Apkasi tidak anti-pemberantasan korupsi tetapi jangan karena ingin menyerap rasa keadilan masyarakat, banyak kepala daerah yang sudah dinyatakan bebas murni oleh pengadilan Tipikor setelah jaksanya melakukan kasasi lantas dinyatakan bersalah.

"Harus ada kejelasan bagi para kepala daerah, mana yang masuk ranah pidana, mana yang masuk perdata guna menghindari kriminalisasi kebijakan para kepala daerah," kata Isran yang mengungkapkan sudah banyak kepala daerah atau mantan kepala daerah yang terperangkap kasus pidana akibat diskresi mereka.

Lokakarya itu juga menghadirkan Dirjen Bangkum Pemeriksaan Keuangan Negara Nizam Burhanudin, Kejaksaan Agung RI mengirimkan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus D Andhi Nirwanto sedangkan Mahkamah Agung menghadirkan Hakim Agung Dr Paulus Efendi Lotulung.
(E004/Z002)

Jumat, 06 Juli 2012

MA Vonis Century Bayar Uang Nasabah Rp35 M

VIVAnews - Bank Century (tergugat) yang kini menjadi Bank Mutiara wajib mengembalikan uang sebesar Rp35,437 miliar kepada 27 nasabahnya (penggugat) di Solo dalam kasus reksadana PT Antaboga Delta Sekuritas. Selain itu, Bank Mutiara juga wajib membayar ganti rugi sebesar Rp5,6 miliar kepada 27 nasabahnya.

Hal ini ditegaskan berdasarkan putusan kasasi Majelis hakim Mahkamah Agung (MA). Majelis hakim ini diketuai oleh Abdul Kadir Mappong dan beranggotakan Abdulah Gani Abdullah dan Suwardi.

Dalam putusan kasasinya, majelis menilai PT Bank Century yang saat ini bernama PT Bank Mutiara, telah melakukan perbuatan melawan hukum.

"Menghukum tergugat PT Bank Century Tbk (kini PT Bank Mutiara Tbk) untuk mengembalikan uang pembelian produk reksadana kepada para penggugat secara tunai dan sekaligus sebesar Rp35.437.000.000," ujar Abdul Kadir Mappong dalam salinan putusan yang dilansir Mahkamah Agung, Senin 25 Juni 2012.

"Menghukum tergugat untuk tunduk terhadap putusan ini," ujar hakim Abdul Kadi Mappong.

Dalam putusan, tertera rincian uang yang harus dikembalikan dan besaran ganti rugi yang harus diterima oleh 27 nasabah Bank Century.

Berikut 27 nasabah yang akan menerima pengembalian uang dari Bank Mutiara:

1. Go Linawati sebesar Rp450 juta dan denda;
2. Erwin Supandi sebesar Rp300 juta dan denda;
3. Adji Chandra sebesar Rp1,232 miliar dan denda;
4. Paulin Chiarief sebesar Rp900 juta dan denda;
5. Hermawan Sasmita sebesar Rp800 juta dan denda;

6. Azam Hisyam sebesar Rp2,162 miliar dan denda;
7. Chia Nay Tjiang sebesar Rp1,150 miliar dan denda;
8. Setyo Budi sebesar Rp3,5 miliar dan denda;
9. Retno Fatmawati sebesar Rp1,1 miliar dan denda;
10. Indah Yunitawati sebesar Rp150 juta dan denda;

11. Ririn Apriyanti sebesar Rp130 juta dan denda;
12. Triyono sebesar Rp1 miliar dan denda;
13. Tan Djoen Lan sebesar Rp150 juta dan denda;
14. Indarto Gunawan Teh sebesar Rp400 juta dan denda;
15. Oei Tjin Tjwan sebesar Rp6,3 miliar dan denda;

16. Surjati Anneke Kosasih sebesar Rp300 juta dan denda;
17. Yuwono Wibowo sebesar Rp2,6 miliar dan denda;
18. Budianto Sanjaya sebesar Rp1,45 miliar dan denda;
19. Yuniati Raharjo sebesar Rp1,45 miliar dan denda;
20. Nurhaida Rp150 juta dan denda;

21. Djie Ping Nio sebesar Rp1 miliar dan denda;
22. Tio Lilu sebesar Rp1 miliar dan denda;
23. Irawan Santoso sebesar Rp1,35 miliar dan denda;
24. Oei Handoko Prasetyo sebesar Rp6,3 miliar dan denda;
25. Santoso Arya sebesar Rp3,920 miliar dan denda;
26. Kuncoro Arya sebesar Rp1,05 miliar dan denda;
27. Adi Santoso sebesar Rp293 juta dan denda.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, pada 13 Desember 2010 telah mengabulkan gugatan perdata yang diajukan 27 nasabah reksanada PT Antaboga Delta Sekuritas terhadap Bank Century.

Hakim menilai Bank Century telah melanggar UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Konsekuensinya, pengadilan mewajibkan kepada tergugat untuk membayar Rp41 miliar kepada penggugat. Dengan perincian uang pembelian reksadana sebesar Rp35,437 miliar dan uang ganti rugi sebesar Rp5,6 miliar.

Atas Keputusan tersebut, pihak tergugat langsung menyatakan banding. Sidang banding di Pengadilan Tinggi Jawa Tengah juga memenangkan gugatan nasabah. Hingga akhirnya, Bank Mutiara mengajukan kasasi dan tidak dikabulkan.

Kamis, 05 Juli 2012

Divonis 8 Tahun Oleh PT, Malinda Dee Ajukan Kasasi

INILAH.COM, Jakarta - Setelah majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan tetap memvonis terdakwa Inong Malinda Dee dengan hukuman delapan tahun penjara, namun pihak Malinda Dee akan mengajukkan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung.

”Kita akan kasasi, mungkin kita tunggu kuasanya, karena kita belum dapat surat kuasanya. Kan di tingkat banding kita dapat kuasa, di kasasi kita tunggu kuasanya.“ucap kuasa hukum Malinda Dee, Muara Karta ketika dihubungi, Senin (18/6/2012).

Muara Karta mengaku belum menerima salinan putusan dari PT. ”Salinan putusannya kita belum terima. Kita saja baru tahu ini dari anda,“ucapnya.

Ia melihat ada hal-hal yang tidak patut dikenakan oleh kliennya, seperti penyitaan kendaraAn mewah milik Malinda Dee.

”PN tidak berwenang mobil itu diserahkan ke citibank, itu penerapan keliru dan itu masih leasing dan itu masih tidak serta merta PN pengadilan negeri menyerahkan ke citibank, kan sama aja PN seperti debcolector,“ucapnya.

Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan tetap memvonis terdakwa Inong Malinda Dee dengan hukuman delapan tahun penjara.

Vonis hakim banding ini tertuang dalam putusan Nomor 134/pid/2012/PT DKI tanggal 22 Mei 2012.

"Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dikuatkan," kata Kepala Humas PT DKI Jakarta, Ahmad Sobari, di Jakarta, Senin (18/6). Selain dihukum delapan tahun penjara, Malinda juga dijatuhi denda Rp10 miliar yang apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan tiga bulan.

Malinda dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana perbankan dan pencucian uang saat menjabat sebagai Citigold Executive atau Relationship Manager Citibank N.A Cabang Landmark.

Putusan itu, dijatuhkan oleh tiga majelis hakim Jurnalis Amrad, Fritz John Polnaja, dan Syafrullah Sumar.[jat]

JPU Ajukan Kasasi ke PN Jaksel

INILAH.COM, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus pembobolan Citibank dengan terpidana Inong Malinda Dee resmi telah mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Jaksa Penuntut Umum Arya Wicaksana menyatakan pihaknya juga telah mendaftarkan kasasi ke PN Jakarta Selatan, Kamis (5/7/2012). Sebab, hukuman yang dijatuhkan majelis hakim tidak sesuai dengan tuntutan. JPU sedang menyusun dalil memori kasasi.

"Alasannya karena belum memenuhi dua pertiga tuntutan jaksa penuntut umum," ujarnya di PN Jakarta Selatan.

Pengacara Melinda, Ina Rachman menyatakan telah mendaftarkan kasasi, Selasa (3/6) karena tidak puas atas putusan banding PT DKI Jakarta. Pihaknya bersikukuh tidak bersalah dalam kasus tersebut.

"Kami sedang mempersiapkan materi yang akan diajukan," ujar Ina ketika dihubungi wartawan, Kamis (5/6).

Seperti diberitakan, PN Jakarta Selatan menjatuhi hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider tiga bulan kurungan. Sementara dalam pengadilan tingkat banding, PT DKI Jakarta menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dengan hukuman delapan tahun penjara. Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan JPU, 13 tahun penjara.

Melinda divonis terbukti secara sah dan meyakinkan telah membobol sejumlah dana milik nasabah Citigold Citibank dengan total Rp 47 miliar. Dana itu ditransfer sebanyak 117 transaksi sejak 2008 hingga 2010 kepada keluarga di antaranya ke rekening Ismail bin Janim dan Andhika Gumilang. [bar]