Selasa, 26 Juli 2011

Mantan Sesmenko Kesra Dituntut Enam Tahun

Selasa, 26 Juli 2011 13:38 WIB | 484 Views


Terdakwa untuk kasus korupsi pengadaan alat kesehatan flu burung pada 2006, Mantan Sesmenko Kesra, Sutedjo Yuwono, saat menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/7). Sutedjo yang terancam hukuman penjara 20 tahun ini, mengaku telah memenangkan PT Bersaudara sebagai pelaksana proyek senilai Rp 98,6 miliar dan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 36,2 miliar, yang berasal dari penggelembungan harga. (FOTO ANTARA/Reno Esnir/Koz/pd/11.)
Berita Terkait
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Soetedjo Yuwono dituntut dengan hukuman enam tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan yang dinilai merugikan keuangan negara hingga Rp36 miliar.

"Kami menuntut agar majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama enam tahun," kata Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) M Rum, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa.

Selain tuntutan hukuman enam tahun penjara, Jaksa juga menuntut agar Soetedjo membayar uang denda sebesar Rp300 juta subsidair empat bulan serta membayar uang pengganti sebanyak Rp5 miliar.

Namun, karena dalam perkara tersebut terdakwa telah mengembalikan uang senilai Rp5 miliar kepada KPK, maka Soetedjo tidak perlu lagi untuk membayar uang pengganti tersebut.

Menurut JPU, sejumlah hal yang memberatkan adalah perbuatan korupsi dilakukan saat pemerintah gencar-gencarnya melakukan upaya pemberantasan korupsi.

Sedangkan hal yang meringankan adalah Soetedjo telah mengembalikan uang sebesar Rp5 miliar kepada pihak penyidik KPK.

Sebagaimana telah diberitakan, Soetedjo telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan alat kesehatan dengan memiliki niat untuk melakukan penunjukan langsung kepada PT Bersaudara.

Namun, dalam kenyataannya PT Bersaudara hanya mampu untuk mengadakan enam alat kesehatan sedangkan sisanya disubkontrakkan ke beberapa perusahaan lainnya.

Dalam perkara tersebut, Soetedjo dianggap telah memperkaya PT Bersaudara sebesar Rp36 miliar dan dari jumlah tersebut ada yang diterima oleh Soetedjo sebanyak Rp5 miliar dan terdapat pula yang dibagikan ke pihak lain.

Dengan demikian, Mantan Sesmenkokesra pada masa Menko Kesra Aburizal Bakrie dinilai oleh JPU terbukti secara sah dan dengan meyakinkan melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Setelah persidangan, Soetedjo mengaku "berbesar hati" terhadap tuntutan JPU sebesar enam tahun penjara tersebut kepada dirinya.
(M040)


Mantan Sesmenkokesra Divonis 3 Tahun Penjara
Headline
Foto: Ilustrasi
Oleh: Marlen Sitompul

INILAH.COM, Jakarta - Mantan Sekretaris Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Sesmenkokesra) Soetedjo Yuwono divonis tiga tahun penjara.

Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan flu burung tahun 2006.

Menurut majelis hakim Pengadian Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diketuai Tjokorda Rae Suambe, Sutedjo dinilai terbukti melanggar pasal 3 UU Tipikor yakni menyalahgunakan kewenangan dalam penunjukan langsung PT Bersudara pada pengadaan alat kesehatan flu burung di Kemenkokesra sehingga merugikan negara Rp46 miliar.

"Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan tindak pidana korupsi," kata Tjokorda Rae Suamba di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (23/8/2011).

Selain pidana penjara majelis juga mewajibkan Sutedjo untuk membayar uang denda Rp150 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Sutedjo juga seharusnya diwajibkan membayar uang pengganti. Namun dari jumlah yang diwajibkan sebesar Rp3,1 miliar, Sutedjo ternyata sudah menitipkan uang Rp5 miliar kepada KPK. "Kelebihan itu harus dikembalikan kepada terdakwa," kata Tjokorda. [bar]

Prita Tetap Ajukan PK Putusan MA

INILAH.COM, Jakarta - Tim pengacara Prita Mulyasari akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) dalam kasus pencemaran nama baik RS Omni Internasional, Tangerang.

Hal ini disampaikan oleh pengacara Prita, Slamet Juwono, dalam audiensi dengan Komisi III DPR yang dipimpin Azis Syamsudin, Selasa (12/7/2011).

"Kami tetap PK karena ada pertentangan pidana dengan perdata," jelas Slamet di DPR, Selasa (12/7/2011).

Perbedaan ini jelasnya adalah dalam putusan perdata, prita dikatakan tidak berniat mencemarkan nama baik. "Bahkan dua kali, dibilang tidak ada niatan jahat," katanya.

Sementara itu, di pidana justru dikatakan terbukti mencemarkan namai baik. Menurutnya, apa yang dilakukan ini justru menjadi preseden buruk bagi peradilan.

"Ini preseden buruk di negeri ini. Karena orang mengeluh, dimasukkan dipenjara," katanya.

Kini pihaknya masih menunggu salinan putusan MA untuk diajukan PK. Sebelumnya, MA menyatakan akan menyerahkan salinan putusan perkara PRita pada pekan ini. [lal]

Jaksa Agung Hargai Upaya Prita Mulyasari Ajukan PK

NILAH.COM, Jakarta - Jaksa Agung Basrief Arief menghargai rencana Prita Mulyasari untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan kasasi jaksa.

"Kalau itu yang menjadi satu keinginan, dia kan masih punya upaya hukum luar biasa yakni PK. Itu tentu harus ditempuh. Saya kira penasihat hukum nya mengerti hal itu. Itu hak dia menempuh upaya hukum luar biasa," ujar Basrief di Kejaksaan Agung, Rabu (13/7/2011).

Basrief menyatakan, bahwa hingga kini Kejaksaan belum menerima salinan putusan MA mengenai vonis yang membuat Prita di hukum 6 bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. "Nanti saya lihat putusannya. Ini tidak serta merta kami mengejar pelaksanaan hukum tapi juga proses menegakkan keadilan," katanya.

Dia mengatakan, walau PK tidak akan menghambat eksekusi, tapi pada hal-hal tertentu ada berbagai pertimbangan. "Seperti yang saya katakan tadi tapi ada masalah keadilan di samping melaksanakan putusan. Karena hukum tidak semata-mata untuk hukum," ujar Basrief. [mvi]

Jagal Manusia Ajukan Kasasi ke MA

INILAH.COM, Sukoharjo - Jagal manusia asal Kragilan Kartasura, Yulianto bin Wiro Sentono (40) resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Kasasi dilakukan setelah dalam banding sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Tengah menguatkan putusan PN Sukoharjo yang memvonis Yulianto dengan hukuman mati.
Surat pengajuan kasasi sendiri diterima Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo tanggal 22 Juli lalu. Panitera Muda Pidana PN Sukoharjo Sri Widodo SH saat ditemui di ruang kerjanya mengatakan, berkas pengajuan kasasi tersebut dilakukan oleh Yulianto sendiri.
“Yang jelas, Yulianto menempuh upaya hukum berupa pengajuan kasasi ke MA. Dalam surat tertulis 20 Juli, tetapi kami baru menerima pada tanggal 22 Juli,” jelas Sri Widodo.
Selanjutnya, PN akan memberitahukan perihal itu ke jaksa penuntut umum (JPU) sembari menunggu memori kasasi dari Yulianto. Sebab, syarat wajib pengajuan kasasi harus disertai dengan memori kasasi. Karena belum ada, maka PN memberikan tenggat 14 hari sejak pengajuan kasasi di terima pada Yulianto untuk membuat memori kasasi.
Memori kasasi itu sendiri berupa hal-hal atau putusan yang dianggap tidak pas oleh terpidana. “Kemarin kami sudah meminta keterangan dari Rutan perihal itu. Dijelaskan oleh pihak rutan, bahwa di sana ada bantuan hukum yang bisa membantu Yulianto membuat memori kasasi kalau nantinya tidak bisa. Sebab, sejauh ini Yulianto mengajukan sendiri berkas itu tanpa ada pengacara,” beber Sri Widodo.
Terkait dengan berapa lama putusan kasasi nantinya turun, setelah berkas lengkap, Sri Widodo mengatakan tergantung MA. Hanya saja, berdasarkan pengalaman yang ada, putusan kasasi itu tidak akan lama. Sepanjang, terpidana ditahan.
“Kalau terpidana itu ditahan, biasanya MA tidak lama karena itu akan menjadi prioritas. Berbeda dengan terdakwa yang tidak ditahan, turunnya kasasi itu bisa tahunan,” ujarnya.
Yang jelas, lanjutnya, kalau berkas pengajuan kasasi itu lengkap pihaknya akan mengirimkan ke MA. Tetapi kalau tidka lengkap, misalnya tidak dilengkapi dengan memori kasasi, maka pengajuan kasasi itu tidak akan dilakukan. Berdasarkan data di PN, tercatat sudah tiga kali tidak mengirimkan berkas kasasi ke MA karena berkas tidak lengkap.
Untuk diketahui, Yulianto merupakan terpidana mati dalam kasus pembunuhan tiga orang warga. Salah satu korbannya merupakan anggota Kopassus Grup 2 Kartasura, sisanya merupakan warga sipil.[iaf/suaramerdeka]

Senin, 25 Juli 2011

Memori PK Rampung, Antasari Belum Sreg Ajukan PK

JAKARTA - Terpidana kasus pembunuhan berencana Antasari Azhar dalam waktu dekat segera mengajukan memori peninjauan kembali (PK). Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menargetkan sebelum bulan Ramadhan, berkas sudah diserahkan ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

"Pak Antasari bilang sebelum puasa, memori PK rencananya akan diserahkan. Saat ini, memori sedang kami susun," kata pengacara Antasari, Maqdir Ismail, di Jakarta, Sabtu (23/7). Dia menambahkan, berkas tersebut berisi kejanggalan putusan hakim kasasi yang mengganjar dia 18 tahun penjara karena turut menganjurkan pembunuhan bos PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.

Advokat lulusan Universitas Islam Indonesia (UII) itu mengungkapkan, saat ini memori PK itu sejatinya sudah rampung. Sejumlah argumen hukum juga sudah dimasukkan di dalamnya. Namun, Antasari masih merasa belum sreg. "Pak Antasari masih terus menganggap masih ada yang kurang di memori PK ini. Makanya sampai sekarang belum diserahkan meski sudah selesai," katanya.

Apa alasan Antasari? Maqdir mengatakan, lelaki kelahiran Pangkal Pinang itu masih merasa belum cukup kuat dengan beberapa argumen hukum di dalam memori PK. Meski semua novum sudah dimasukkan, Antasari merasa berkas tersebut belum sempurna. Terutama tentang proses kematian Nasrudin yang disebutkan tewas setelah dua peluru menembus kepalanya. "PK kan hanya sekali diajukan. Makanya, harus benar-benar tepat karena tidak bisa diajukan ulang," katanya.

Paling tidak, kata Maqdir, ada lima novum yang sudah dimasukkan. Yakni, pesan singkat berisi ancaman terhadap Nasrudin yang tidak pernah ditunjukkan dalam sidang, uang Rp 500 juta yang tidak pernah diajukan ke sidang, perbedaan senjata api yang digunakan mengeksekusi dan peluru yang menembus kepala korban, dan baju Nasrudin saat penembakan yang hingga kini tidak jelas keberadaannya. "Kami ingin menunjukkan bahwa proses kematian tersebut sangat janggal. Bukti di lapangan dan alur dalam dakwaan tidak cocok," katanya.

Seperti diketahui, kejanggalan kasus tersebut terungkap setelah Komisi Yudisial (KY) hendak memeriksa majelis hakim yang menyidang Antasari. Majelis dianggap mengabaikan sejumlah bukti yang dibeber di persidangan. Di antaranya, perbedaan antara peluru yang menembus kepala Nasrudin dan senjata yang digunakan para eksekutor. Selain itu, arah peluru juga misterius karena kaca hanya berlubang di samping mobil. Padahal, Nasrudin juga ditembus peluru dari belakang kepala. (aga)

RELATED NEWS

Minggu, 24 Juli 2011

Aneh, Terdakwa Korupsi Divonis Nihil

INILAH.COM, Surabaya-Buronan kasus korupsi dana P2SEM, dr Bagoes Soetjipto Soelyoadikoesoemo SpJP divonis aneh oleh majelis hakim PN Surabaya yang diketuai Gusrizal, yakni vonis nihil kepada buronan korupsi dana P2SEM itu.

Artinya, tidak ada hukuman badan atau penjara yang dijatuhkan kepada dr spesialis jantung dan pembuluh darah itu. ’’Pertimbangannya, karena akumulasi hukuman yang diterima terdakwa akibat perbuatan yang sama, sudah melebihi ancaman hukuman maksimal,’’ kata Gusrizal.

Saat ini, dr Bagoes sudah divonis dalam kasus korupsi dana P2SEM, oleh empat pengadilan. Yakni Sidoarjo, Bojonegoro, Jombang, dan Mojokerto. Total hukuman penjaranya, adalah 21 tahun dan 6 bulan. Sementara ancaman hukuman untuk tindak pidana korupsi, adalah 20 tahun penjara.

’’Jadi, hukuman dr Bagoes, sudah melebihi ancaman hukuman maksimal,’’ kata Agus Pambudi, humas PN Surabaya, yang juga menjadi hakim anggota dalam perkara tersebut. Jadi, tegas Agus, majalis hakim menyatakan kalau dr Bagoes terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi. Tapi tidak lagi dikenakan hukuman badan atau penjara.

Namun, sambungnya, majelis hakim tetap menjatuhkan hukuman denda serta uang pengganti kerugian negara kepada dr Bagoes. ’’Menjatuhkan pidana nihil kepada dr Bagoes. Menjatuhkan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan penjara dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 4 miliar, atau diganti kurungan selama satu tahun,’’ tandas Agus.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) Wayan Yudhistira menuntut hukuman penjara selama 7,5 tahun kepada dr Bagoes. Dokter yang juga staf ahli DPRD Jatim itu, diadili karena menjadi otak korupsi dana P2SEM di kampus-kampus yang ada di Surabaya dan beberapa wilayah di Jawa Timur.

Dosen Fakultas Kedokteran Unair itu memotong dana P2SEM yang diterima kampus. Dalam kasus di Surabaya, dr Bagoes mencairkan dana melalui sembilan proposal yang dibuat dengan meminjam bendera lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat (LPPM) di beberapa PTS di Surabaya. Di antaranya ASMI, STKIP BIM, STIE Wilwatikta, dan Universitas 45.(beitajatim/ndr)

Jumat, 15 Juli 2011

Terpidana Cek Perjalanan Bayar Uang Denda ke KPK

Moksa Hutasoit - detikNews

Jakarta - Terpidana kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Daniel Tandjung melunasi membayar denda ke KPK. Daniel menyetor Rp 50 juta sebagai kewajibannya dalam putusan Pengadilan Tipikor.

"Saya (datang) ke KPK untuk bertemu jaksa, jika jaksa bilang eksekusi sekarang, ya kami bayarkan denda Pak Daniel sebesar Rp 50 juta," ujar kuasa hukum Daniel, Badrani Rasyid di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (15/7/2011).

Badrani menegaskan, putusan pengadilan Tipikor terhadap kliennya sudah berkekuatan hukum tetap. Baik Daniel maupun jaksa tidak ada yang mengajukan banding.

"Jaksa tidak banding, kami juga sudah menerima putusan," lanjut Badrani.

Majelis Pengadilan Tipikor memutus bersalah Daniel dan Sofyan Usman dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) tahun 2004 silam. Politisi PPP ini dikenakan hukuman badan selama 1,3 tahun penjara dan denda Rp 50 juta.
 

Selasa, 12 Juli 2011

50 Petani Kalbar Tuntut Hak Konversi Lahan
Headlineinilah.com/Nury Sybli
Oleh: Renny sundayani
Nasional - Selasa, 12 Juli 2011 | 16:32 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Sekitar 50 petani kelapa sawit yang berasal dari Kalimantan Barat, mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka mendesak hak konversi lahan perkebunan mereka.

Pasalnya, pengadilan Jakarta Selatan tengah mengadili Bank Mandiri yang dianggap petani tidak kunjung memberikan hak konversi tersebut.

“Kami petani mewakili 3.663 petani di Kalimantan Barat meminta hak konversi lahan kami, tahun 2004 sudah dinilai Dinas Perkebunan dan dinyatakan layak untuk dikonversi (dialihkan, red) ke petani, namun sampai sekarang tidak pernah dilakukan,“ kata Yustinus, Ketua Forum Komunikasi Petani Sawit di PN Jakarta Selatan, Jl. Ampera Raya, Selasa (12/7/2011).

Kronologis sengketa di pengadilan ini bermula saat Pemerintahan Presiden Soeharto mengeluarkan kebijakan Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Saat itu pemerintah mengucurkan dana untuk membuka lahan perkebunan, salah satunya perkebunan kelapa sawit di Ketapang, Kalimantan Barat, lewat bank pemerintah yang ditunjuk.

Kemudian melalui pihak swasta dana tersebut akan dipergunakan untuk membebaskan lahan, membabat hutan, mencari bibit sawit, konsumsi pupuk, dan apa-apa saja yang terkait dengan operasional perkebunan.

Disaat bersamaan, pemerintah saat itu juga menggerakan petani ke wilayah PIR dalam program transmigrasi. Tujuannya untuk mengolah lahan kelapa sawit tersebut.

Kepada petani transmigran, lahan kelapa sawit akan diserahkan (dikonversi) bila telah dinyatakan layak. Petanipun dapat mengolah lahan kelapa sawit dengan tenang.

“Namun sampai saat ini belum dapat apa-apa, malah tanah-tanah kami banyak yang diserobot penduduk lokal atas nama adat. Kami tidak bisa apa-apa karena kami tidak punya bukti kepemilikan, semua surat-surat masih ditahan Bank Mandiri. Petani seluruhnya ada 10.997 kepala keluarga, tinggal kami yang 3.663 KK yang belum dikonversi,“ ucap petani Kusmayadi.

Kehadiran puluhan petani di pengadilan ini memicu pengamanan cukup ketat di pengadilan. Polisi berjaga dipintu masuk dengan senjata laras panjang, sebagian lain berpakaian bebas tanpa seragam. Rencananya, sidang perdata ini memasuki agenda pembuktian dari Bank Mandiri. [lal]
KPK Akui Blokir Rekening dan Aset Nazaruddin
Headline
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) - inilah.com/Agus Priatna
Oleh: Marlen Sitompul
Nasional - Selasa, 12 Juli 2011 | 17:24 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengakui bahwa, beberapa rekening tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games, M Nazaruddin, telah diblokir.

"Jadi ada beberapa rekening yang diblokir oleh KPK. Tadi saya dapat penjelasan itu sebagian rekening dari tersangka kasus Sesmenpora," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi SP, kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/7/2011).

Namun, menurut dia, KPK tak hanya berhenti pada pemblokiran beberapa rekening tersebut. Johan menjelaskan, pihaknya akan terus membongkar kasus suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga itu. "Tapi ini tidak akan berhenti (pemblokiran rekening) dan ini tidak bisa didetailkan karena inikan masih bekerja," jelas Johan.

Selain pemblokiran rekening, jelas Johan, pihaknya juga sudah melakukan pemblokiran beberapa aset miliki Nazarudin. Namun, pihaknya belum dapat menjelaskan secara detail kepada publik. "Tadi saya tanya jadi sudah ada, tapi sebagian. Beberapa hari yang lalu tidak bisa disampaikan karena sedang aset tracing," jelasnya.

Pemblokiran aset yang disita, kata Johan, baru sebatas yang ada di tanah air. Sementara aset yang diduga berada di luar negeri, pihaknya belum melakukan penelusuran. "Iya baru aset yang ada di Indonesia. Saya tidak tahu, saya belum dapat info tentang aset yang di luar negeri," ungkap Johan. [mvi]