Senin, 28 Februari 2011

Dipo Alam: Saya Menghormati Hukum

Liputan6.com, Jakarta: Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengatakan dirinya menghormati hukum dan menghormati keputusan Media grup untuk melakukan somasi dan melaporkannya ke Polda Metro Jaya. "Sebagai warga negara saya hormati hukum, hak mereka untuk melakukan itu, ini kan demokrasi," kata Dipo Alam, di Jakarta, Sabtu (26/2). Dipo Alam tetap yakin dirinya tidak bersalah dan tidak ada undang-undang yang dilanggar, sehingga dirinya tidak perlu minta maaf. "Tidak ada undang-undang yang saya langgar. Saya hanya mengkritik media, dan itu juga hak saya seperti diatur undang-undang pers," katanya.
Ia menambahkan, masalah ini sebenarnya tak perlu diperpanjang. Dirinya juga bersedia untuk islah dan dimediasi oleh dewan pers. "prinsipnya, sudah saya sampaikan waktu di Dewan Pers, saya bersedia di mediasi," kata Dipo. Namun demikian, ia menambahkan bila memang diteruskan dalam ranah hukum, dirinya siap. "Saya siap untuk dipanggil, saya sebagai warga negara menjunjung tinggi hukum," katanya.
Ia mengatakan, pengacara senior Amir Syamsudin yang memimpin tim kuasa hukumnya. Dipo juga mengatakan, dirinya saat ini biasa-biasa saja dalam menghadapi masalah ini. "Saya wajar-wajar aja, biasa-biasa aja. Katanya jam dua ya saya dilaporkan," katanya. (Ant/ARI)

Sabtu, 26 Februari 2011

Hotma Tolak Pembuktian Terbalik Harta Gayus

VIVAnews - Wakil Presiden Boediono memberikan instruksi penggunaan metode pembuktian terbalik untuk mengusut asal-usul harta Gayus Tambunan. Instruksi itu disampaikan Boediono setelah menggelar rapat di kantornya, Kamis 24 Februari.
Pengacara Gayus Tambunan, Hotma Sitompul menolak pembuktian terbalik untuk mengusut asal-usul harta kliennya. Menurut dia, pernyataan Boediono ini dikeluarkan karena mendapat desakan dari oknum anggota Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum.
"Wapres ini kan dapat masukan dari orang-orang ini juga, ya sudah," kata Hotma saat mendampingi Gayus Tambunan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 25 Februari 2011. "Kalau dapat informasi seperti itu, ya keluarnya seperti itu."
Hotma justru bertanya balik, apakah Boediono mau melakukan pembuktian terbalik atas harta yang dimiliki. "Dia (Boediono) mau ga membuktikan terbalik? Itu saja," kata dia.
Hotma juga membantah jika Gayus tambunan menyimpan hartanya di empat negara seperti yang dikatakan oleh Jaksa Agung, Basrief Arif. "Sekarang pernyataan jaksa ada harta Gayus. Gayus mengatakan begini, kalau betul ada indikasi di mana saja, Gayus akan membantu mengambil uang itu. Jelaas nih yah empat negra," kata dia.
"Kalau betul ada harta, kita akan bikin surat untuk mendapatkan harta itu. Kenapa kita berani begitu, karena pertanyaanya dari mana Jaksa Agung dapat informasi itu."
Hotma menengarai Jaksa Agung memperoleh informasi tentang harta Gayus di empat negara itu dari oknum anggota Satgas. "Ini dari oknum Satgas," kata dia.
Hotma mencontohkan saat anggota Satgas, Yunus Husein mengatakan mempunyai beberapa pom bensin. Menurut dia, informasi itu tidak benar. "Mana itu, saya heran dengan info tak jelas itu," kata dia.

Artikel Terkait

SKB Tiga Menteri Masih Dipertahankan

Liputan6.com, Jakarta: Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri terkait keberadaan jemaah Ahmadiyah, tidak diutak-atik dan masih dipertahankan. Sebab, tidak ada masalah dengan SKB tersebut karena pelaksanaan dari Undang-undang Penodaan Agama Nomor 001/PNPS/1965. Sedangkan untuk hasil evaluasi SKB Tiga menteri itu dalam pelaksanaannya masih dirumuskan untuk langkah-langkah ke depannya. Demikian disampaikan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Erwin P. Situmorang di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (25/2).
"Kan evaluasi itu melihat apakah selama dua tahun lebih, SKB itu sudah efektif tidak pelaksanaannya. Kalau sudah efektif, kok masih ada kejadian-kejadian seperti ini. Apa penyebabnya Mungkin dari hasil evaluasi itu, ternyata belum efektif. Kalau belum efektif, apa penyebabnya Terus kemudian, langkah-langkah ke depan apa yang harus dilakukan. Ini yang sekarang sedang digodok oleh Kementerian Agama sebagai koordinatornya," ucap Erwin [baca: Tiga Menteri Gelar Evaluasi SKB Ahmadiyah].
Erwin berjanji hasil evaluasi yang sedang dirumuskan dengan Kementerian Agama (Kemenag) sebagai koordinatornya akan dilaporkan. Kendati, menurut dia, isi dari SKB itu belum maksimal dipahami oleh masyarakat bahkan aparat pemerintah. "Nanti dilaporkan, kalau dari kita sendiri, namun dari pandangan saya memang belum maksimal SKB itu karena banyak masyarakat yang belum memahami apa isi SKB. Padahal, hanya tujuh pasal. Termasuk juga aparat pemerintah sebenarnya pelaksana dari SKB itu," ujar Erwin.(ANS

Polri-Komnas HAM Tukar Hasil Investigasi

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia saling bertukar hasil investigasi terkait kasus penyerangan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, saat pertemuan di Mabes Polri, Jumat (25/2/2011). Kedua institusi akan menindaklanjuti hasil investigasi yang diterima.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar mengatakan, penjelasan dari pihaknya diberikan oleh Irwasum Polri Komjen Nanan Soekarna selaku ketua tim investigasi. Pemaparan disaksikan Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo.
"Ikut juga petugas-petugas Polda Banten, termasuk kapolda lama dan kapolda baru, kapolres, dan kapolsek," kata Boy di Mabes Polri. Adapun wakil pihak Komnas HAM adalah wakil ketuanya, Nur Cholis.
Boy mengatakan, dalam pertemuan, Irwasum memaparkan proses penanganan pihaknya mulai dari langkah preventif, preemptive, hingga proses hukum para tersangka. "Kita juga dapat masukan-masukan dari Komnas HAM dan telah dicatat dalam rapat untuk penanganan lebih lanjut," ucap dia.
Cholis mengatakan, pihaknya telah menyerahkan kesimpulan investigasi dalam pertemuan. Salah satu dari empat kesimpulan Komnas HAM adalah Polri tak mampu mengantisipasi kedatangan massa dalam jumlah besar. "Kita sudah serahkan itu dan mudah-mudahan itu menjadi bahan polisi untuk melakukan penyelidikan," ujar Cholis ketika dihubungi.
Cholis mengatakan, selain menerima penjelasan hasil investigasi Polri, pihaknya juga menerima hasil penindakan internal Polri terhadap anggota. "Itu juga akan kami pelajari. Ini baru pertemuan pertama. Dari pertemuan itu setidaknya kami tahu apa yang dilakukan polisi," kata dia.
Aktor intelektual
Boy mengatakan, tersangka Yi alias O yang ditangkap di Cibaliung, Pandeglang, subuh tadi adalah salah satu aktor intelektual. "Yang bersangkutan terlihat dalam video menggunakan kaus putih sampai tutup kepala. Dia termasuk tokoh utama dalam peristiwa itu," ucap Boy.
Boy juga mengatakan, Yi telibat penganiayaan terhadap jemaah Ahmadiyah. "Melakukan penganiayaan terhadap orang-orang yang pada waktu itu sudah jadi korban. Ada yang sudah tergeletak, tetapi masih sempat dianiaya. Dia salah satu pelakunya," ucap Boy.
Dengan penangkapan Yi, jumlah tersangka terkait kasus itu adalah 10 orang. Sebelumnya, penyidik telah melimpahkan berkas perkara lima tersangka berinisial M, E, M, U, dan Y. Adapun tersangka yang masih diselidiki yakni UJ, D, S, dan AD. "Buronan masih empat orang," ujar Boy.

Jumat, 25 Februari 2011

RUU Kesetaraan Gender Disahkan Tahun Ini

akarta (ANTARA News) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar mengharapkan Rancangan Undang-undang tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender dapat disahkan dalam tahun ini.

"Saya berharap tahun ini RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender bisa disahkan," kata Linda Amalia Sari Gumelar di Jakarta, Jumat.

Pernyatan Linda tersebut disampaikan usai Seminar Pembangunan Daerah Perspektif Gender yang diselenggarakan oleh Pimpinan Kolektif Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).

Linda menjelaskan, sebagai bangsa yang maju Indonesia harus berhasil menerapkan nilai-nilai kesetaraan gender.

Linda juga mengatakan, jika RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender telah disahkan kementeriannya akan melakukan sosialisasi secara optimal.

Menurutnya undang-undang kesetaraan dan keadilan gender sangat dibutuhkan di negara ini. "Jika undang-undang ini telah disahkan maka penanganan masalah pengarusutamaan gender di Indonesia akan lebih muda dan bisa dikelola oleh seluruh jajaran mulai dari eksekutif, legislatif dan masyarakat," katanya.

Sementara itu, Ketua Harian KAHMI Viva Yoga Mauladi mengatakan seminar Pembangunan Daerah Perspektif Gender yang diselenggarakan pihaknya bertujuan untuk menciptakan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam kesetaraan gender.

"Melalui diskusi ini sata berharap akan ada koordinasi yang optimal antara seluruh pihak dalam mewujudkan kesetaraan gender," katanya.

Kamis, 24 Februari 2011

Maruli Divonis 2,5 Tahun Penjara

Jakarta (ANTARA News) - Mantan atasan Gayus HP Tambunan di Direktorat Jenderal Pajak, Maruli Pandapotan Manurung, divonis 2,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (23/2) malam.

Maruli Pandapotan Manurung terbukti melakukan penggelapan uang pajak yang merugikan keuangan negara Rp570,9 juta.

"Terdakwa dihukum dua tahun enam bulan penjara serta denda Rp50 juta atau subsider satu bulan penjara," kata pimpinan majelis hakim, Aksir.

Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan penuntut ymum dengan lima tahun kurungan.

Majelis hakim menyatakan terdakwa dikenai Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Disebutkan, yang memberatkan dari perbuatan terdakwa yakni terdakwa sebagai seorang pegawai negeri sipil seharusnya memberikan contoh atau teladan.

Sedangkan yang meringankan, yakni, terdakwa selama persidangan sopan dan belum pernah tersandung masalah hukum.

Sebelumnya di dalam dakwaan, jaksa penuntut umum (JPU) menyebutkan terdakwa bersama-sama dengan Gayus HP Tambunan, Humala Setia Leonardo Napitupulu, Johnny Marihot Tobing dan Bambang Heru Ismiarso, secara melawan hukum telah memperkaya orang lain atau suatu korporasi PT Suraya Alam Tunggal (SAT) sebesar Rp570,9 juta," katanya.

JPU menyebutkan pada 5 Januari 2007 Kepala Kantor Perwakilan Pajak Sidoarjo, Jawa timur, menerbitkan Surat Ketetapan Kurang Bayar Pajak (SKPKB) PT SAT dengan jumlah keseluruhan Rp487,2 juta.

Namun PT SAT keberatan dengan kewajiban harus membayar uang pajak untuk penjualan mesin dan bangunan hingga mengajukan keberatan ke Direktorat Keberatan dan Banding.

"Pada 4 April 2007, Direktur Keberatan dan Banding memberikan disposisi yang ditujukan kepada Kasubdit Pengurangan dan Keberatan dengan perintah "selesaikan" selanjutnya oleh Kasubdit lembar disposisi tersebut diteruskan kepada Kasie Pengurangan dan Keberatan IV dengan petunjuk `teliti dan proses sesuai ketentuan`," katanya.

Kemudian, Direktur Keberatan dan Banding menerbitkan surat tugas yang menugaskan kepada Marjanto selaku Kasubdit Pengurangan Keberatan, Maruli P Manurung selaku Kasie Pengurangan dan Keberatan, Humala SL Napitupulu, penelaah keberatan dan Gayus HP Tambunan, selaku pelaksana.

"Tugas itu guna melakukan penelitian terhadap permohonan keberatan wajib pajak PT SAT," katanya.

Dari hasil kerja tim, dibuat laporan yang mengusulkan untuk menerima keberatan wajib pajak PT SAT dan meninjau kembali SKPKB PPN.

JPU menilai laporan itu tanpa dilakukan penelitian dan Penelaahan terlebih dahulu, langsung ditandatangani oleh tim wajib pajak PT SAT.

Pada 22 Oktober 2007, Dirjen Pajak menerbitkan Surat Keputusan Nomor Kep-757/PJ.07/2007 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN masa Januari-Desember 2004, dengan penetapan menerima seluruhnya permohonan keberatan wajib pajak PT SAT. (*)

Rabu, 23 Februari 2011

Yohanes Waworuntu Ajukan PK

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Terpidana kasus korupsi biaya akses sistem administrasi badan hukum (Sisminbakum), Yohanes Waworuntu, mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Hal ini disampaikan kuasa hukum Yohanes Waworuntu, Suwaryoso.
"Kami dari pihak kuasa hukum Yohanes Waworuntu akan mengajukan PK ke Mahkamah Agung," kata Suwaryoso kepada para wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (23/2).
Ia memaparkan alasan pihaknya mengajukan PK yaitu adanya putusan yang berbeda dalam kasasi yang dilakukan Romli Atmasasmita dan Syamsudin Manan Sinaga. Selain itu, ada pertentangan putusan dalam perkara Romli dan Syamsudin.
Padahal, lanjutnya, perkara Yohanes Waworuntu divonis dengan pasal turut serta dalam melakukan korupsi dengan dua mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM tersebut. "Seharusnya tidak terdapat perbedaan vonis antara Yohanes dengan Romli dan Syamsudin," imbuh Suwaryoso.
Maka itu, pihaknya mengajukan PK dengan novum atau bukti baru yaitu putusan kasasi Romli Atmasasmita dan Syamsudin Manan Sinaga. Ia menduga ada kesalahan putusan vonis terhadap Yohanes Waworuntu.
Sebelumnya, Yohanes Waworuntu divonis selama lima tahun oleh Mahkamah Agung. Namun nasib lebih menguntungkan dialami Romli yang diputus bebas dari segala tuntutan dan Syamsudin yang divonis hanya 1 tahun hukuman pidana.

David Tobing Mengadu ke Komisi Yudisial

Liputan6.com, Jakarta: Kisruh kasus susu formula yang dikabarkan tercemar bakteri Enterobacter sakazakii masih berbuntut panjang. Pengacara publik David Tobing yang sebelumnya menggugat Kementerian Kesehatan agar mengumumkan merek susu formula berbakteri akhirnya mendatangi Gedung Komisi Yudisial di Jakarta, Selasa (22/2) [baca: David Tobing Akan Lapor Polisi].
"Agar suatu putusan MA (Mahkamah Agung) dihormati. Kebetulan kali ini yang mengelak adalah instansi pemerintah seperti Menkes (Menteri Kesehatan), BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan), dan IPB (Institut Pertanian Bogor). KY mendorong untuk bisa mereka membeberkan nama susu formula berbakteri tersebut," ujar David.
Sebelumnya, MA telah mengabulkan gugatan David, tapi hingga sekarang pemerintah belum juga mematuhi keputusan tersebut. Dalam sebuah jumpa pers beberapa waktu lalu, BPOM dan Kementerian Kesehatan menolak mengumumkan nama-nama susu formula yang tercemar tersebut.
Anggota DPR dan Lembaga Konsumen pun senada dengan David Tobing. Dalam sebuah diskusi di Jakarta, mereka mendesak pemerintah mengumumkan merek susu formula berbakteri tersebut. Apalagi, peneliti IPB sempat menemukan sejumlah produk susu formula yang diproduksi sebelum 2008 silam tercemar bakteri sakazakii.(CHR/ANS)

Eksaminasi Tariq Khan Terkait Barang Bukti

Liputan6.com, Jakarta: Kejaksaan Agung akan mengeksaminasi perkara Tariq Khan terkait dengan barang bukti. Pasalnya barang bukti itu digunakan untuk perkara lain.
"Tariq Khan eksaminasinya bukan karena berkas Tariq khan, tapi karena barang bukti itu untuk perkara lain. Maka kita akan eksaminasi untuk perkara lain itu," kata Jaksa Agung Basrief Arief di sela-sela acara simposium tentang Hukum dan Keadilan di Indonesia, di Graha Niaga, Jakarta, Selasa (22/2).
Namun Basrief mengaku tidak tahu barang bukti itu untuk kasus apa. "Ada satu perkara. Nah itu saya gak tahu apakah itu," ujarnya.
Menurut Basrief, pihaknya kini baru mengetahui ada kelalaian dari jaksa. Dengan penggelapan dana yang begitu besar, jaksa tak mengajukan banding. "Walaupun ada ketentuan di bawah separuh tidak banding. Tapi kan ini tuntutannya terlalu ringan," jelasnya.
Tariq yang menerima kredit lebih dari Rp 360 miliar hanya divonis 10 bulan penjara dari tuntutan 18 bulan. Sementara dua terdakwa Century, Arga Tirta Kirana dan Linda Wangsadinata yang tidak menerima uang sepeser pun didakwa turut andil mengucurkan kredit tidak sesuai prosedur untuk empat perusahaan milik Tariq. Arga dan Linda dituntut 10 tahun penjara dengan denda Rp 10 miliar.(MEL)

Hapuskan Korupsi dengan Hukum Waris Pidana

"Bayangkan koruptor dihukum penjara sekian tahun. Masa hukuman itu akan menyusut dengan potongan masa penahanan. Enak sekali cuma di penjara, terus bagaimana uangnya"Jakarta (ANTARA News) - Akhiar Salmi, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengusulkan hukum waris pidana digunakan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Sudah saatnya hukum waris pidana di kenakan pada koruptor," ujarnya ketika menjadi pembicara dalam seminar  "Korupsi Yang Memiskinkan" di Jakarta, Selasa.

Menurut Akhiar, dalam hukum waris pidana maka seorang koruptor harus mengembalikan uang yang dikorupsi kepada negara. Jika koruptor itu meninggal dunia, maka keluarganya menjadi ahli waris yang bertugas untuk mengembalikan uang negara tersebut.

"Jadi orang yang akan korupsi akan takut karena keluarganya yang akan menanggung," ujarnya.

Memang isitilah "waris" hanya untuk kasus perdata seperti warisan. Oleh karena itu, Akhiar ingin hukum waris itu juga diterapkan untuk pidana.

Akhiar juga menyesalkan hukuman koruptor yang terlalu lemah, hukuman penjara tidak dapat membuat para koruptor jera untuk melakukan korupsi.

"Bayangkan koruptor dihukum penjara sekian tahun. Masa hukuman itu akan menyusut dengan potongan masa penahanan. Enak sekali cuma di penjara, terus bagaimana uangnya," ujarnya.
(ADM/A038/BRT)

Selasa, 22 Februari 2011

Ary Muladi Terancam Dikurung Seumur Hidup

Jakarta (ANTARA News) - Ary Muladi, tersangka kasus dugaan pemufakatan jahat berupaya menyuap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama terpidana Anggodo Widjojo, terancam hukuman kurungan seumur hidup.

Tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK dalam dakwaan yang dibacakan Suwardji di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta Selasa menyebutkan, Ary Muladi didakwa dengan Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1, Pasal 21 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.

Terdakwa dinilai bersalah telah bermufakat jahat berupaya menghalangi penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan oleh PT Masaro Radiocom, dan mencoba menyuap pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah sebesar Rp5 miliar.

Ary Muladi diduga telah membuatkan sebuah kronologi pemerasan oleh pimpinan KPK dalam pengembangan kasus SKRT oleh KPK untuk dijadikan keterangan dalam Berita Acara Pidana (BAP) di Bareskrim Mabes Polri. Sehingga tersangka lain seperti Anggoro Widjojo, Putranefo Alexander Prayugo, dan Joni Aliando tidak ditindaklanjuti kasusnya oleh KPK.

Anggodo Widjojo, adik dari buron Anggoro Widjojo yang diduga menyuap pejabat Departemen Kehutanan terkait kasus pengadaan SKRT terlah divonis bersalah atas kasus yang sama dengan Ary Muladi, yakni upaya penyuapan dan menghalangi penyelidikan KPK.

Majelis hakim Pengadilan Khusus Tipikor telah memvonis Anggodo yang menjadi rekan Ary Muladi melakukan upaya jahat terhadap pimpinan KPK 4,5 tahun penjara. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menolak banding yang diajukan adik buron Anggoro Widjojo tersebut bahkan memperberat hukuman menjadi lima tahun disertai denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan.

Putusan Majelis Hakim pimpinan Jurnalis Amrad pada 10 November 2010 telah menguatkan putusan pengadilan Tipikor pada 31 Agustus 2010.

Dalam sidang lanjutan Senin (28/2), terdakwa upaya penyuapan dan menghalangi penyelidikan kasus korupsi ini direncanakan membacakan eksepsi atau keberatan atas dakwaan JPU.

Bachtiar Chamsyah Dituntut Tiga Tahun

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Sosial era Presiden Megawati Soekarno Putri, Bachtiar Chamsyah, dituntut tiga tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi pengadaan sarung, sapi, dan mesin jahit.

Tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa, menyebutkan bahwa mantan menteri sosial ini bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atau Pasal 2 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo 65 UU Tipikor, dan Pasal 2 ayat 1 Jo 18 pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo 65 UU Tipikor.

Jaksa yang juga menganggap Bachtiar telah menyalahgunakan kewenangan dengan melakukan penunjukan langsung dalam proyek pengadaan sarung, sapi, dan mesin jahit periode 2004-2008 juga menuntut denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.

Meski telah berjasa dalam pembangunan bangsa, tetapi jaksa menganggap perbuatan mantan menteri sosial ini yang memperkaya orang lain dengan anggaran milik negara tidak mendukung program pemberantasan korupsi yang sedang dilaksanakan pemerintah.

Sebelumnya dalam dakwaan tim JPU menyebutkan bahwa atas tindakan mantan menteri sosial ini diperkirakan negara dirugikan hingga Rp36,6 miliar.

Terdakwa diduga telah melakukan penunjukan langsung PT Lasindo milik Musfar Aziz untuk pengadaan mesin jahit dengan menggunakan dana APBN 2004. Sedangkan untuk pengadaan sapi tahun 2004 dan sarung pada tahun 2006-2008 diduga menggunakan dana unit kesejahteraan sosial.

Tim JPU yang terdiri dari Zet Todung Allo, Supardi, dan Elly Kusuma Astuti menyebutkan bahwa Musfar Azis diduga mendapat Rp19,84 miliar dari pengadaan mesin jahit, sedangkan Alm Iken Nasution diduga mendapat Rp324,5 juta dari pengadaan sapi impor.

Majelis Hakim Tipikor memutuskan melanjutkan sidang mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah dengan agenda pembelaan terdakwa dan penasehat hukum pada hari Senin (7/3).

19 Wajib Pajak Jadi Fokus Pemeriksaan Mafia Pajak

Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Kepolisian RI memfokuskan pemeriksaan terhadap 19 perusahaan wajib pajak terkait kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus HP Tambunan.

"Saat ini ada 19 perusahaan wajib pajak (WP) yang difokuskan dari sebelumnya ada 44 perusahaan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar di Jakarta, Selasa.

Fokus pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari adanya dugaan tindak pidana kasus mafia pajak perusahaan yang ditanggani Gayus, ujar.

"Belum ada sangkaan pidananya dan masih mencari alat bukti dari perusahaan tersebut," kata Boy.

Namun, Polri belum melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan dari 19 perusahaan yang akan jadi fokus pemeriksaan.

Sementara itu barang bukti yang disita dari Gayus adalah uang sebesar Rp10.499.397.299.81 (sisa dari Rp28 miliar), 659.800 dolar Amerika, 9.680.000 dolar Singapura, 31 batang logam mulia, satu batangnya seberat 100 gram, total seluruhnya kurang lebih Rp74 miliar.

"Kemudian ada 57 dokumen baik asli dan copy yang dilegalisasi," kata Boy.

Adapun pasal yang dikenakan ke Gayus adalah pasal 11,12b, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 yang diubah jadi Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Putusan MA Bukti Baru PK Kasus Munir

Jakarta (ANTARA) - Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan Suciwati, janda aktivis HAM mendiang Munir, bisa dijadikan bukti baru bagi upaya Peninjauan Kembali (PK) oleh kejaksaan.
"MA telah mengeluarkan fakta hukum baru, mudah-mudahan ini bisa menjadi amunisi baru bagi aparat penegak hukum terutama kejaksaan," kata Tim kuasa hukum Suciwati, Kiagus Ahmad, di Jakarta, Selasa.
Pada 21 Februari lalu, MA mengabulkan gugatan ganti rugi Suciwati sebesar Rp3,8 miliar terkait kasus tewasnya Munir yang menumpang pesawat Garuda Indonesia dalam penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam pada September 2004.
Dikatakannya, fakta tersebut dapat menjadi bukti PK terhadap pembebasan Muchdi PR, terdakwa pembunuh Munir yang dibebaskan dari hukuman karena tidak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan.
"Sekarang bola ada di tangan kejaksaan terkait Muchdi PR apakah mereka berani untuk melakukan peninjauan kembali," kata Kiagus.
Lebih lanjut dia mengatakan, perbuatan melawan hukum Garuda sebagai perusahaan penerbangan ternyata mengabaikan beberapa aturan-aturan yaitu aturan penerbangan dan aturan internasional.
Garuda tidak melindungi penumpangnya dan Pantun Matondang sebagai pilot pada penerbangan tersebut tidak melakukan pengamanan kepada penumpangnya.
"Seharusnya pilot mempunyai kewenangan untuk meminta bantuan kepada medis di darat bahkan memiliki kewenangan untuk mendaratkan pesawat secara darurat jika ada penumpang yang sakit saat itu, tapi ternyata Pantun Matondang tidak melakukan hal tersebut," katanya.
Perlindungan Konsumen
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, dari perspektif hak konsumen ada beberapa hal penting di dalam putusan MA.
Pertama, konsumen berhak atas keselamatan dan keamanan selama penerbangan. Secara faktual, Munir tidak selamat ketika menggunakan jasa penerbangan sebab maskapai penerbangan tidak melakukan upaya maksimum.
"Kesimpulan kita mengapa Garuda tidak melakukan upaya maksimum karena dalam kondisi ada penumpang yang perlu respon darurat khususnya masalah kesehatan mestinya Garuda atau pilot harus melakukan hal terbaik bagi keselamatan penumpang salah satunya pendaratan darurat karena fasilitas kesehatan di pesawat itu tidak terlalu baik," kata Sudaryatmo.
Tim kuasa hukum juga mendalilkan Garuda melakukan perbuatan melawan hukum karena membiarkan penerbangan sipil untuk operasi intelijen sedangkan secara regulasi penerbangan sipil internasional ada aturan tidak boleh untuk operasi militer.
Karena Garuda sudah melakukan perbuatan melawan hukum implikasinya adalah memberi ganti rugi dimana prinsip dalam pemberian ganti rugi, ahli waris yang ditinggalkan tidak boleh terlantar.
Maka ada tuntutan agar Garuda harus bertanggungjawab mengganti pendapatan yang hilang dari korban yang meninggal sampai usia pensiun yaitu 65 tahun.
Kedua, ganti rugi dalam bentuk beasiswa pendidikan anak yang ditinggalkan sampai anak mandiri. Berdasarkan hitung-hitungan YLKI kedua anak Munir berhak mendapatkan biaya pendidikan dasar hingga perguruan tinggi masing-masing Rp172 juta untuk anak pertama dan Rp251 juta untuk anak kedua
"Dari catatan YLKI putusan MA ini merupakan preseden baru dalam hal pelindungan konsumen karena pengalaman kita mengadvokasi korban-korban kecelakaan di sektor transportasi biaya pendapatan yang hilang dan asuransi pendidikan itu tidak pernah dikabulkan, yang dikabulkan itu seperti biaya penguburan," tambahnya.
Keputusan MA ini menjadi terobosan baru dalam perlindungan konsumen tapi juga peringatan bagi perusahaan angkutan untuk lebih hati-hati dalam memenuhi hak-hak konsumen.

Senin, 21 Februari 2011

Susno Menghadap Kapolri Pada Selasa

Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Komjen Susno Duadji akan menghadap Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (22/2).
Pengacara Susno Duadji, Zul Armain Azis, di Mabes Polri, Jakarta, Senin, mengatakan, kliennya sudah meminta izin tidak dinas mulai Jumat (18/2) hingga Senin (21/2) kepada Kapolri karena kesibukan di luar.
"Secara resmi Pak susno besok (Selasa) bisa menghadap ke Kapolri," kata Zul Armain.
Ia menjelaskan rencana Susno menghadap Kapolri bukan berarti akan kembali berdinas kembali di Mabes Polri.
Zul menyatakan pihaknya belum bisa memastikan Susno akan berdinas dan menempati posisi di mana karena belum ada kepastian.
"Di mana pun posisinya, beliau sebagai prajurit siap saja," tutur Zul.
Ia menyatakan kemungkinan Susno akan meminta saran kepada Kapolri guna mempersiapkan pembelaan pribadi terkait kasus hukum yang menjeratnya.
Susno bebas dari Rumah Tahanan (Rutan) Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok, sejak Jumat (18/2) pukul 00.00 WIB karena habis masa penahanan.
Susno menjalani penahanan selama 90 hari karena tersangkut kasus dugaan suap dan korupsi dana pemilihan kepala daerah Jawa Barat.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Susno tujuh tahun penjara dan denda Rp500 juta atau subsider enam bulan kurungan.

Demokrat Dukung Pilihan Megawati Tak Hadir di KPK

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR- Partai Demokrat mendukung sikap Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarno Putri yang tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, dukungan tersebut bukan dilakukan karena khawatir Presiden SBY juga dapat dipanggil KPK, jika tersandung masalah hukum, saat nantinya tak lagi menjabat sebagai presiden
Demikian dikatakan Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Syarief Hasan. “Tidak dong. Tidak jadi masalah itu,” katanya di sela-sela rapat kerja pemerintah di Istana Bogor, Senin (21/2).
Dukungan itu diberikan olehnya, karena, menurut Syarief, posisi Megawati sebagai mantan presiden perlu dihormati. Pihaknya, menurut dia, ingin tetap menghargai Megawati sebagahi presiden ke lima.
Apalagi, ia menambahkan, Megawati dinilainya sebagai negarawati yang cukup baik dan taat hukum. Menurutnya, hal ini tidak berkaitan sama sekali dengan kekhawatiran jika nantinya SBY dipanggil. Lagipula, menurut Syarief, hingga kini SBY masih memerintah sesuai dengan aturan hukum. "Yang dilakukan kepala pemerintah masih sesuai. Semua transparan dan akuntabel," jelasnya.

Kejagung Selamatkan Uang Negara Rp 4,5 Triliun

Liputan6.com, Jakarta. Kejaksaan Agung mengungkapkan pada 2010 berhasil mengembalikan keuangan negara sebesar Rp 4.5 triliun. Jumlah tersebut berasal dari sejumlah perkara yang ditangani Tim Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN), baik perkara TUN dan perdata.
"Perkara-perkara tersebut terkait dengan sejumlah perusahaan milik negara atau BUMN. Pengembalian uang negara pada 2010 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, 2009 hanya sekitar Rp 2,3 triliun," kata Jamdatun Kamal Sofyan dalam rilis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Senin (21/2).
Diiungkapkan Kamal, keberhasilan tersebut atas peran Kejagung dalam meningkatkan good corporate governance (GCG) pada badan usaha milik negara atau BUMN. Sebagai JPN pihaknya tak segan-segan memberikan bantuan sebagai mediator dalam perkara TUN maupun perdata.
"Dalam perkara TUN maupun keperdataan, pengembalian uang negara sudah berhasil mengembalikan uang sebanyak triliunan rupiah. 90 persen perkara BUMN yang ditangani JPN berhasil," tegasnya.
Kamal berharap, Jamdatun berupaya terus melakukan sosialisasi kepada seluruh BUMN untuk menggunakan JPN, dengan melakukan nota kesepahaman atau MoU dengan sejumlah BUMN yang setiap dua tahun sekali diperbaharui. "MoU itu dua tahun. Sebagian besar BUMN minta diperpanjang," terangnya.
Salah satu sosialisasi yang ditawarkan Kejagung, melalui seminar nasional yang bertema "Kerja Sama BUMN dengan Kejaksaan Agung dalam Rangka Meningkatkan Good Corporate Gorvenance (GCG) atas Kerja Sama PT Hutama Karya dengan Kejagung".(ANS)

KPK Siap Datangi Megawati

VIVAnews -- Megawati Soekarnoputri dipastikan tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua Umum PDI Perjuangan itu hanya mengirimkan Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo dan Ketua Bidang Hukum dan HAM PDIP Trimedya Panjaitan.
Menanggapi tak datangnya Mega, Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK, M Jasin mengatakan, pihaknya akan bertindak fleksibel. "KPK akan bersikap fleksibel. Jika Ibu Mega tidak mau memenuhi panggilan, maka KPK yang akan datang menemui mantan presiden tersebut," kata Jasin dalam acara Sosialisasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Perspektif UU No 8/2010 di Hotel Bumi Surabaya Senin, 21 Februari 2011.
Meski demikian, menurut Jasin, pemanggilan Megawati belum projustisia atau tidak ada unsur paksaan untuk menghadirkan seseorang. Menurutnya, pemanggilan Mega seperti pemanggilan yang dilakukan terhadap Boediono dan Sri Mulyani dalam kasus Bank Century.
Jika Mega memenuhi panggilan KPK, menurutnya, adalah sebuah poin bagus untuk PDIP. "Kan, kedudukan semua orang itu sama di dalam hukum," tegas Jasin.
"Tidak ada sesuatu yang istimewa, tidak ada tebang pilih atau memberikan special treatment kepada yang berkuasa," tambah Jasin.
Jasin sendiri menilai bahwa seharusnya para tersangka atau yang meminta, bisa berkoordinasi dengan Megawati sehingga apa yang disampaikan barangkali bisa meringankan.
KPK meminta Mega datang menjadi saksi meringankan terkait kasus suap pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia.
Pemanggilan dilakukan permintaan tersangka Max Moein dan Poltak Sitorus yang meminta Megawati menjadi saksi yang meringankan. Johan menjelaskan, berdasarkan pasal 65 KUHAP, para tersangka memiliki hak untuk mengajukan dan meminta saksi yang dianggapnya meringankan.
Sebelumnya, dalam pemeriksaan pekan lalu, Max Moein, tersangka kasus suap dalam pemilihan deputi gubernur senior BI pada 2004 meminta KPK memeriksa Megawati. Politisi PDI Perjuangan ini menilai Megawati mengetahui aliran uang yang diberikan kepada kader partai itu.
"Uang itu kami terima dari bendahara fraksi," ujar Max usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Kamis 10 Februari 2011.
Max mengaku tidak mengetahui asal usul dan kegunaan uang Rp500 juta yang diterimanya itu. Max Moein menegaskan bahwa sebagai kader dia hanya menjalankan instruksi partai. Partai yang lebih tahu soal ke mana dan dari mana uang tersebut.

KPK Bantah Pemanggilan Megawati Untuk Kepentingan SBY


"Kalau beliau nggak bisa datang, tapi beliau memberi respons, ya kita bisa datang ke tempat kerja atau ke rumahnya, seperti pernah kita lakukan terhadap Pak Boediono dan Ibu Sri Mulyani. Kita fleksibel saja"

Surabaya (ANTARA News) - Wakil Ketua KPK M Jasin membantah pemanggilan Megawati merupakan "special treatment" (perlakuan khusus) untuk kepentingan penguasa atau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Nggak ada yang istimewa dan berlebihan atau tebang pilih, kita juga nggak sedang memberikan `special treatment` kepada yang berkuasa, tapi justru untuk kepentingan kader PDIP sendiri yang sedang ada masalah hukum," katanya di Surabaya, Senin.

Ia mengemukakan hal itu di sela-sela "Sosialisasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dari Perspektif UU Nomor 8 Tahun 2010" yang dihadiri 172 peserta dari kalangan Polri, Kejaksaan, dan praktisi hukum.

Di sela-sela acara yang juga dihadiri Kabareskrim Polri Komjen Ito Sumardi, Wakil Ketua Jakgung Darmono, dan Kepala PPATK Yunus Husein itu, ia menjelaskan Megawati dipanggil sebagai saksi "a de charge" (meringankan) atas permintaan tersangka Max Moein dan Poltak Sitorus.

"Kalau beliau nggak bisa datang, tapi beliau memberi respons, ya kita bisa datang ke tempat kerja atau ke rumahnya, seperti pernah kita lakukan terhadap Pak Boediono dan Ibu Sri Mulyani. Kita fleksibel saja," katanya.

Apalagi, katanya, Megawati bukan dipanggil terkait fakta kasus dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, melainkan sebagai saksi yang meringankan kader PDIP sendiri yakni Max Moein dan Poltak Sitorus.

"Kita nggak akan melakukan upaya paksa, tapi seharusnya kader PDIP itu sendiri yang berkoordinasi dengan Ibu Megawati untuk mau memenuhi panggilan KPK, apakah datang sendiri atau didatangi, sebab kader PDIP itu yang berkepentingan dengan kesaksian Ibu Megawati," katanya.

Menurut dia, bila Megawati memberi respons keinginan KPK justru akan memberi poin bagus bagi PDIP karena parpol besar itu memberikan posisi yang sama di depan hukum bagi siapapun, sehingga menjadi pendidikan hukum yang baik pula untuk masyarakat.

"Jadi, kita nggak fokus kepada parpol tertentu atau untuk special treatment kepada orang tertentu, tapi kebetulan orang-orang itu merupakan orang-orang partai," katanya.

Secara terpisah, Ketua Departemen Pemuda DPD PDIP Jawa Timur Aven Januar menilai ada politisasi terhadap Megawati dan PDIP sudah melampaui batas dengan adanya rencana pemanggilan Megawati sebagai saksi meringankan oleh KPK dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI.

"Jelas, penegakan hukum dilakukan secara tebang pilih tanpa adanya skala prioritas, karena ketika penegak hukum dipaksa untuk menuntaskan kasus Century yang jelas mengarah pada kesaksian Wapres Boediono, tidak ada proses pemanggilan kepada yang bersangkutan," katanya.

Secara etika politik, katanya, pemanggilan ketua partai sebagai saksi perlu dipertimbangkan kembali, karena pemanggilan itu berdampak psikologis kepada para kader, simpatisan, dan pendukung partai.

"Itu bisa memicu aksi besar-besaran yang justru semakin menurunkan kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum maupun kepada pemerintahan," katanya.

Oleh karena itu, seluruh aktivis DPC Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) se-Jatim sepakat untuk melakukan aksi serentak, 21 Februari.

"Aksi itu untuk menegaskan sikap bahwa pola pemberantasan serta penegakan hukum masih tebang pilih. Hal itu juga dibuktikan dengan belum tuntasnya kasus Century dan pemberantasan mafia pajak yang terkesan lamban," katanya.
(*)

DPR: Sebaiknya KPK Datangi Megawati


"Kalau memang hanya untuk diminta keterangan `kan nggak perlu dipanggil sehingga menimbulkan kehebohan. KPK pun bisa datang, toh substansi yang dibutuhkan KPK adalah keterangan Ibu Mega "

Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR, Marzuki Alie mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebaiknya mendatangi kediaman mantan Presiden Megawati Soekarnoputri untuk dimintai keterangannya jika memang dibutuhkan dan bukan justru memanggil mantan presiden itu untuk hadir di KPK.

Hal ini, menurut dia kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin, bukan permasalahan "equality before the law" atau kesamaan di mata hukum, tapi masalah adat ketimuran.

Marzuki mengemukakan hal itu terkait upaya KPK meminta keterangan Megawati terkait kasus pelawat dalam pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom.

"Sebaiknya KPK mendatangi Ibu Megawati untuk diminta keterangannya jika memang diperlukan dan bukan memanggil. Biar bagaimanapun Ibu Megawati itu adalah mantan presiden yang juga harus dihargai. Ini bukan masalah kesamaan dimata hukum, tapi masalah adat ketimuran saja yang menghargai pemimpin dan mantan pemimpin negara," ujar Marzuki.

Marzuki mencontohkan KPK pernah mendatangi mantan Menkeu Sri Mulyani di kantornya ketika ingin diminta keterangan dalam kasus bank Century beberapa waktu lalu.
"Kalau memang hanya untuk diminta keterangan `kan nggak perlu dipanggil sehingga menimbulkan kehebohan. KPK pun bisa datang, toh substansi yang dibutuhkan KPK adalah keterangan Ibu Mega," katanya.

Marzuki juga membantah tudingan seolah Partai Demokrat (PD) dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengontrol dan mengintervensi KPK dalam kasus ini . Presiden maupun PD tidak pernah mengintervensi KPK dan KPK pun tidak bisa diintervensi.
"Kalau kami bisa mengintervensi KPK dan KPK bisa diintervensi, tentunya SBY tidak akan membiarkan besannya ditangkap KPK," katanya.

Terkait Johny Allen dalam kasus cek pelawat ini, Marzuki mengatakan bahwa kasus ini juga telah menyandera Partai Demokrat. KPK sebaiknya bisa menjelaskan hal ini pada publik. Dia tidak bisa mengatakan untuk menangkap atau tidak menangkap Johny Allen karena itu wilayah wewenang KPK.

"Kasus yang melibatkan Johny Allen itu juga telah menyandera kami. Saya cuma bisa menghimbau KPK untuk meng`clear`kan masalah ini, ungkapkan fakta-fakta ke publik. Saya sendiri tidak bisa mengatakan tangkap atau tidak ditangkap karena itu adalah wewenang KPK yang menentukan sesuai dengan bukti yang ditemukan," katanya.
(*)

Minggu, 20 Februari 2011


JAKARTA] Mantan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Susno Duadji mengakui,  masih ada penegakan hukum di Indonesia terkait proses kasusnya setelah dinyatakan bebas dari ruang tahanan (rutan) Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Jumat (18/2) dini hari.

Keluarnya Jenderal bintang tiga dikenal murah senyum dari rutan tersebut karena masa penahan habis. Sebelumnya mantan Kapolda Jawa Barat itu sempat mendekam selama sembilan bulan dua hari di rutan Brimob.

 “Klien kami wajar mengakui masih ada penegakan hukum di Indonesia. Karena beliau telah dinyatakan bebas dari tahanan karena masa penahanan habis juga mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Selain status pak Susno masih sebagai anggota Bhayangkara Polri maka Senin (21/2) beliau akan melaksanakan kewajibannya melakukan koordinasi melaporkan kepada pimpinan Polri (Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo, Red) terkait telah keluar dari tahanan dengan tetap siap menghadapi proses hukum selanjutnya,” ujar Zul Armain Aziz,  salah satu tim pengacara Susno kepada SP, di Jakarta, Jumat pagi.

Menurut Zul Armain, kliennya dijamin setelah keluar tahanan tidak melarikan diri, juga tetap kooperatif atas proses kasusnya. Termasuk mengupayakan banding sampai kemungkinan lain, jika akan dihadapkan tuduhan perkara lainnya akan mengajukan penangguhan penahanan.

Sementara itu, Kepala Bidang Penerangan Umum (Kabidpenum) Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli mengatakan, terkait bebas penahanan Komjen Pol Susno Duadji adalah kewenangan jaksa penuntut umum (JPU) selain berdasarkan putusan majelis hakim yang mengadili perkara tersebut.

 “Soal pembebasan Pak Susno adalah kewenangan JPU dan pengadilan. Demikian sebagai pati Polri aktif  adalah hak pribadi beliau untuk menghadap Kapolri,” ujar Boy.

Susno didampingi tim pengacaranya,  yakni Henri Yosodiningrat, Ari Yusuf Amir dan Zul Armain Aziz mengumumkan resmi telah keluar dari rutan Brimob, Jumat dinihari. Proses keluarnya mantan Kabareskrim itu dalam pengamanan ketat dan berlangsung lancar.

Tim pengacara menjemput pukul 22.00 WIB, selanjutnya pukul 00.15 WIB rombongan menuju kediaman Susno di Cinere Depok. Sebagaimana diketahui Susno dituntut hukuman tujuh tahun penjara dan dinyatakan bersalah terbukti menerima suap dari Syahril Johan senilai Rp 500 juta atas kasus PT Salmah Arowana Lestari (SAL).

JPU meminta hakim untuk menghukum mantan Kabareskrim itu dengan vonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 500 juta pada Senin lalu. Susno dalam dua perkara lainnya yakni kasus suap PT Salmah Arwana Lestari (SAL) dan kasus dugaan korupsi Pilkada Jawa Barat saat menjadi Kapolda Jawa Barat. [G-5] 

Aset Bank Century di Swis Berbentuk Surat Berharga

[JAKARTA] Ketua Tim Pemburu Koruptor (TPK) Darmono mengatakan, aset Bank Century senilai Rp 155,9 juta dolar Amerika di Swis dalam bentuk surat berharga dan bukan dalam bentuk uang tunai.

"Tadinya aset Century di Swis dalam bentuk surat berharga yang ditempatkan di perusahaan itu. Karena surat berharga itu belum bisa dikembalikan, maka jadi uang tunai yang sudah dicairkan," kata Darmono, Senin (7/2).

Jadi, jelas Wakil Jaksa Agung tersebut, simpanan dalam bentuk surat berharga tersebut sudah jatuh tempo sehingga, menjadi uang tunai.

TPK saat ini sedang mengupayakan pembekuan aset Bank Century di Swis. Tetapi pembekuan tersebut sulit dilakukan mengingat tidak adanya perjanjian kesepakatan atau mutual legal assistance (MLA) antar dua negara dan perbedaan sistim hukum antara dua Indonesia dan Swis. [NOV/A-21]

Kejaksaan Eksaminasi Vonis Thariq Khan

[JAKARTA] Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy menegaskan akan mengeksaminasi putusan terhadap salah satu debitur yang menerima kucuran kredit tidak sesuai prosedur dari Bank Century, Thariq Khan. Setelah ada protes dari dua terdakwa kasus Century, yakni Linda Wangsa Dinata dan Arga Tirta Kirana.

“Saya, Jumat (18/2) pagi ditelepon oleh Jaksa Agung (JA). Beliau memerintahkan untuk mengeksaminasi soal Thariq Khan karena dituntut satu tahun enam bulan dan hanya diputus sepuluh bulan,” kata Marwan, Jumat (18/2).

Menurut mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) ini yang menjadi fokus persoalan adalah mengapa JPU tidak banding terhadap putusan majelis hakim kepada Thariq karena hanya divonis sepuluh bulan padahal dituntut satu tahun enam bulan penjara.

“Sekarang kita eksaminasi kenapa JPU tidak banding atas vonis hakim tersebut. Apa memang fakta hukumnya begitu atau ada faktor lain,” jelas Marwan.

Sebelumnya, di hadapan Timwas Century Linda dan Arga mengatakan ada ketidakadilan terhadap mereka. Sebab mereka dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sedangkan Thariq hanya divonis 10 bulan penjara.

Linda Wangsa Dinata adalah Kepala Cabang Bank Century Senayan dan Arga Tirta Kirana adalah Kepala Divisi Coporate Legal Bank Century. Keduanya didakwa turut serta mengucurkan kredit tidak sesuai dengan ketentuan berlaku.

Sementara itu secara terpisah Wakil Jaksa Agung, Darmono menegaskan tidak akan mengevaluasi tuntutan terhadap Arga Tirta Kirana dan Linda Wangsa Dinata. “Tuntutannya sudah dibacakan. Jadi, bagaimana akan melakukan evaluasi. Jika sudah dibacakan pasti kita akan mempertahankan jika tuntutan itu berdasarkan alat-alat bukti yang ada slama persidangan,” kata Darmono, Jumat (18/2).

Darmono menegaskan, tuntutannya sudah tentu berdasarkan fakta dari hasil penyidikan, kemudian fakta hukum berdasarkan hasil persidangan dan pasti tidak sembarangan. Fakta-fakta hukum, alat-alat bukti yang ada selama persidangan akan menjadi dasar dan landasan yang memberatkan dan meringankan dalam tuntutan itu. [NOV/A-21]

Polisi Bongkar Sindikat Ganja Jakarta-Bandung

[JAKARTA] Sindikat pengedar spesialis ganja asal Aceh yang melibatkan jaringan Jakarta-Bandung, Jawa Barat berhasil dibongkar Polres Metro Jakarta Timur sampai Sabtu (19/2). Polisi juga menangkap lima tersangka dengan barang bukti 22 kg ganja.

Kasus narkoba kelas satu itu berhasil diungkap dari pengembangan operasi antinarkoba dengan menangkap empat pengedar ganja asal Aceh di Perumahan Aneka Elok Blok D, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, Jumat (18/2) malam.

“Dari empat tersangka tersebut disita 22 kg ganja siap edar. Penangkapan keempat pelaku itu merupakan pengembangan dari penangkapan pengedar paket kecil ganja dengan tersangka Yan di Kebonpala, Kelurahan Halim, Makasar, Jakarta Timur, Kamis (17/2) lalu.

Kemudian dilakukan intrograsi sampai mengungkap jaringan ganja lebih besar lagi,” ujar Kapolres Jakarta Timur Kombes Pol Saidal Mursalin, Sabtu pagi. Menurut Kapolres, Yan mengaku memperoleh ganja dari tersangka berinisial Dan di Perumahan Aneka Elok. Kemudian, petugas menggerebek rumah Dan saat tidur bersama istrinya dengan menyita 20 kg ganja.

Dalam pemeriksaan, Dan mengaku ia bekerja bersama rekannya berisial Anw,  yang kemudian ditangkap di Perumahan Aneka Elok dengan barang bukti 2 kg ganja. Dari hasil interograsi, diketahui  Anw ternyata merupakan kurir dari bandar spesialis ganja yang kini tengah mendekam di Lapas Banceuy, Bandung berinisial Di.

Modus pengiriman ganja asal Aceh menuju Jakarta dan Bandung ini dilakukan dengan cara mengambil “daun surga” itu di Pelabuhan Merak atas perintah Di selaku bandar besar ganja yang mengetahui seluk beluk distribusi ganja dari Sumatera dan Jakarta.

Sementara itu, Kepala Unit Reserse Polres Jakarta Timur AKP Bambang T mengatakan, setiap mengirim ganja dari Pelabuhan Merak menuju Jakarta dan Bandung sebagaimana diakui Anw mencapai  70 kg.

 “Ganja dari sindikat Anw Cs yang diklaim banyak konsumennya itu jika tidak diungkap akan diedarkan ke pasaran dengan salah satu agannya di kawasan Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan,” kata Bambang.

Dijelaskan, satu paket ganja kering asal Aceh per kilogramnya Rp 10 juta dan setiap tersangka yang menjadi kurir barang haram tersebut mendapat imbalan hasil penjualan sebesar Rp 100 -200 000.

Polri Gamang, KPK Bertindak

Harapan baru tertuju kepada Busyro Muqoddas yang akan memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk satu tahun ke depan. Bersamaan dengan ekspektasi itu juga, muncul keinginan publik agar badan antikorupsi ini segera mengambilalih kasus mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan.

 Dalam kasus ini, bukan hanya sarat dengan permainan pengemplang pajak dan kelihaian aparatur pajak menyalahgunakan kewenangannya. Ada kejahatan lebih besar dalam kasus itu, yakni mafia hukum. Apabila selama ini sebutan mafia hukum hanya terdengar sebagai julukan, sekarang sepak terjang orang-orang yang bisa mengatur dan membelokkan penegakan hukum merupakan sesuatu yang nyata.

Mereka tidak pernah menggunakan identitas atau menggunakan atribut sebagai mafia hukum, tapi mampu mendekati para penegak hukum dan bisa berkolusi untuk memanfaatkan suatu kasus hukum menjadi ladang garapan. Mafia hukum ada di gedung-gedung di tempat para polisi bertugas, kantor-kantor kejaksaan sampai menembus ke dalam raung pengadilan. Bahkan para pengemban profesi advokat juga ikut berperan dalam mafia hukum.


Advokat yang dikenal sebagai profesi mulia, dalam beberapa kasus bergerak lincah sebagai perantara antara orang-orang yang berperkara dengan polisi, jaksa dan hakim. Dari kasus Gayus Tambunan terpampang di hadapan mata ulah para penegak hukum yang bergandengan tangan merekayasa sebuah tindak pidana dan sepakat untuk meloloskan pelakunya dari sanksi hukum.


Sekarang tiga lembaga strategis yang berhadapan langsung dengan tindak pidana korupsi, Polri, kejaksaan dan KPK memiliki pemimpin baru. Sudah ada Jenderal Polisi Timur Pradopo sebagai Kapolri,  Busyro Muqoddas yang terpilih menjadi ketua KPK dan Jaksa Agung baru Basrief Arief. Kini rakyat di negeri ini mendambakan akan ada perbaikan dalam penegakan hukum yang diperlihatkan oleh ketiga petinggi hukum itu.

Namun, akankah mereka bisa membuktikan bahwa lembaganya benar-benar sebagai institusi yang menegakkan hukum dan menjaga tetap tegaknya nilai-nilai keadilan? Waktu yang nantinya akan bisa menjawab. Harapan besar juga dialamatkan kepada Polri yang sedang mengusut kasus Gayus.


Kasus ini menyedot perhatian masyarakat luas. Mulai dari para wakil rakyat di Senayan, hingga  kalangan aktivis gerakan antikorupsi meminta Mabes Polri serius mengusut kasus yang  menyeret sejumlah penegak hukum, mulai dari polisi, jaksa sampai kepada hakim.


 Terkuaknya kasus ini dimulai dari pernyataan Susno Duadji, mantan Kebareskrim Mabes Polri yang menyebutkan ada kasus mafia pajak yang sedang ditangani instansinya. Setelah bergulir, munculah nama Gayus Tambunan  sebagai tokoh sentral. Banyak orang terpana dengan harta yang dimiliki oleh mantan pegawai eselon III Ditjen Pajak itu. Dia bisa menghamburkan Rp 20 miliar untuk dibagi-bagikan kepada para penegak hukum supaya kasus manipulasi pajak yang dia lakoni tidak sampai diganjar hukuman. Lebih hebat lagi, sebuah rumah mewah di Kelapa Gading, puluhan miliar di rekening bank dan kotak penyimpanan di sejumlah bank juga dimilikinya.


 Belakangan, Gayus membeberkan ada sejumlah perusahaan besar yang memberikan upeti sebagai tanda terima kasih karena sudah dibantu masalah pajaknya oleh sang pegawai pajak. Kesan jalan di tempat mengarah kepada kemampuan Mabes Polri untuk menelusuri dari mana saja dana yang begitu besar bisa dimiliki oleh Gayus.


Bila merujuk kepada pengakuan Gayus yang kini menjadi terdakwa untuk kasus penyalahgunaan wewenang, masih ada sederet korporasi yang sudah menyetor dana hingga miliaran rupiah. Setelah muncul pengakuan itu, tak ayal para politisi pun bereaksi karena ada sinyalemen yang mengarah kepada keterlibatan bisnis  petingggi partai politik tertentu. Kendati pihak yang namanya disebut-sebut oleh Gayus sudah berulang kali mendalilkan ketidakterlibatannya, tetap saja perlu dibeberkan siapa saja yang sudah memberi uang suap.


Hari-hari ini sejumlah elemen masyarakat menyuarakan desakan kepada KPK agar segera mengambil alih pengusutan kasus mafia pajak yang juga sarat dengan permainan mafia hukum itu. UU No 30 tahun 2002 tentang KPK memberi kewenangan kepada badan antikorupsi itu untuk mengambil alih penyidikan maupun penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Apalagi, kasus mafia pajak ini, yang amat kental dengan aroma tindak pidana korupsi memenuhi syarat diselidiki oleh KPK, yakni menyangkut penegak hukum dan penyelenggaraan negara, menarik perhatian masyarakat dan nilainya lebih dari Rp 1 miliar.


Sekarang bergantung kepada niat baik Polri untuk mau membuka pintu bagi masuknya KPK membongkar kasus ini. Tidak hanya dengan sengaja mengarahkan pemeriksaan  kepada mereka yang sudah menikmati pemberian uang dari perusahaan-perusahaan besar, tanpa mengarah kepada pihak pemberi upeti. Sebagai lembaga independen, KPK mesti segera bertindak di kala Polri gamang untuk menyelidiki dan menyidik kasus ini secara transparan dan objektif.  

KPK Diminta Awasi APBD DKI

[JAKARTA] Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan mengawasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta mulai tahun 2011 ini. Pasalnya, selain Jakarta sebagai provinsi pengguna APBD terbesar di Indonesia, juga perlu adanya transparansi pembahasan anggaran.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Dalam Negeri telah menyetujui Peraturan Daerah (Perda) No 1 Tahun 2011 dan Peraturan Gubernur (Pergub) No 13 Tahun 2011 tertanggal 13 Januari 2011 tentang APBD Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran (TA) 2011 sebesar Rp 28,5 triliun.

Meski telah disetujui, APBD DKI 2011 masih banyak menyisakan kontroversi, seperti masuknya anggaran titipan yang jumlahnya cukup fantastis. Anggaran titipan berupa pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah Rp 2,6  triliun atau sekitar 9,14 persen dari total APBD DKI 2011.

Jumlah pokir tersebar di 166 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dengan jumlah proyek sebanyak 1.793 kegiatan. Anggota DPRD yang berjumlah 94 anggota masing-masing diperkirakan mendapat Rp 27,7 miliar.

“Pelaksanaan anggaran titipan, berupa pokir harus diawasi secara ketat. Ini belum termasuk anggaran titipan yang terdapat dalam dana hibah dan bantuan sosial, ” kata Koordinator Presidium Humanika Jakarta, Syaiful Jihad kepada SP di Jakarta, Sabtu (5/2).

Jakarta Procurement Monitoring (JPM) dan sejumlah elemen masyarakat akan terus memantau anggaran tititpan dewan tersebut. Sebab, anggaran titipan itu menjadi modus baru dalam merampok uang rakyat.

“Kami akan segera berkoordinasi dengan Divisi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk secara bersama-sama mengawasi pelaksanaan anggaran titipan tersebut,” katanya.

Sejak awal pembahasan APBD Jakarta 2011 memang sudah tampak ada keganjilan karena tahun ini sebagai ajang mencari uang sebanyak-banyaknya untuk persiapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jakarta 2012. Bahkan, banyak alokasi anggaran yang tidak penting, namun dipaksakan masuk dalam pagu anggaran.

Pembahasan APBD tidak transparan diakui oleh sejumlah anggota legislatif seperti Boy Sadikin. Boy menyatakan, pihaknya tidak pernah diajak untuk membahas APBD 2011. Salah satu anggaran yang paling mencolok yang dititip oleh oknum anggota dewan adalah penyertaan modal daerah pada Perusahaan Daerah (PD) Dharma Jaya sebesar Rp 15 miliar.

Meski anggaran itu tidak ada dalam kesepakatan antara Gubernur DKI dan Pimpinan DPRD DKI tentang Program Legislasi Daerah (Prolegda) tahun 2010-2014 dan Agenda Legislasi Daerah (Alegda) tahun 2010, namun anggaran itu tiba-tiba muncul dalam APBD 2011. 

Penyertaan modal ini terjadi di tengah-tengah kasus pada PD Dharma Jaya yang belum terdengar penyelesaiannya, seperti utang pada Bank DKI yang macet sebesar Rp 7,532 miliar, kurang bayar pajak kepada negara sebesar Rp 7,564 milair. Belum lagi, kekurangan penyetoran PAD dari penyisihan laba bersih perusahaan kepada

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 2,813 miliar, aset berupa tanah dan bangunan milik PD Dharma Jaya yang tidak dimanfaatkan sesuai fungsinya karena dihuni oleh orang yang tidak berhak senilai Rp 5,655 miliar, dan masih banyak kasus lainnya.

Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Prijanto juga mengakui, penyusunan dan pembahasan RAPBD Jakarta selama ini belum dilakukan secara transparan. Dia menilai, penyusunan dan pembahasan APBD DKI masih dilakukan tertutup, padahal semua penggunaan anggaran harus jelas dan memanggil semua pihak untuk mengetahui pengelolaan anggaran. [H-14]

KPK Harus Menegakkan Hukum Secara Bermartabat

  [JAKARTA] Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy menyarankan supaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih bermartabat dalam menegakkan hukum, terkait kasus penangkapan dan penetapan tersangka Jaksa DSW yang diduga memeras pegawai BRI yang terlibat kasus penggelapan dan pemalsuan kredit Kupedes senilai Rp 50 juta.

 “Seharusnya Busyro Muqoddas memperhatikan bukti-bukti. Langkah-langkah kedepan harus diperhatikan. Menegakkan hukum yang bermartabat. Jangan cara yang begitu,” kata Marwan, Jumat (18/2).

Menurut Marwan, jika alat bukti tidak sesuai dengan yang diumumkan selama ini, seperti uang Rp 50 juta maka berarti Jaksa DSW dijebak. Karena, jika alat bukti lebih kecil dari Rp 50 juta, tidak dapat dikatakan tertangkap tangan.

 “Pertama, menyangkut juga benar atau tidaknya barang buktinya sebesar Rp 50 juta. Jika tidak benar jumlah alat buktinya, itu berarti ada kemungkinan di jebak. Jika dijebak maka seharusnya tidak memberikan kesempatan kepada orang-orang yang melakukan kejahatan,” ungkap Marwan.

Tetapi, Marwan tidak berani mengatakan bahwa KPK yang menjebak DSW. Hanya saja, ada informasi bahwa alat bukti yang ditemukan terkait Jaksa DSW hanya Rp 1 juta. Sehingga, tidak bisa dikatakan tertangkap tangan tetapi dijebak. Oleh karena itu, KPK sebaiknya membeberkan jumlah alat bukti yang ditemukan sebenarnya.

 “Saya minta teman-teman tanya ke KPK berapa sebenarnya uang yang disita itu. Rp 50 juta itu yang tertera di amplop, tetapi berapa isinya yang didalam amplop itu yang harus dijelaskan. Pokoknya saya dapat informasi tidak sebesar itu,” ungkap Marwan.

Lebih lanjut Marwan mengatakan akan mengumumkan hasil pemeriksaan DSW pekan depan. Karena, butuh koordinasi dengan KPK. Jadi, setelah ada hasil pemeriksaan inspektur terhadap orang-orang yang diduga terkait di Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang. [NOV/L-9]   

Jimly: Megawati Harus Penuhi Panggilan KPK

Liputan6.com, Jakarta: Panggilan Komisi pemberantasan korupsi (KPK) terhadap mantan presiden Megawati sebagai saksi terkait kasus cek perjalanan atas pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom, sebaiknya dipenuhi oleh Megawati.
Demikian diungkapkan pakar hukum tatanegara, Jimly Assiddiqie kepada wartawan, di Jakarta, Sabtu (19/2). "Itu kan maksudnya untuk meringankan, ya tidak apa-apa. Sebagai pemimpin baik kalau Ibu Mega memenuhi panggilan tersebut," kata Jimly. Menurut Jimly Megawati sebaiknya tidak menolak dengan alasan tidak perlu. "Kan tidak perlu juga, sebetulnya itu akan menjadi show juga nanti. Tapi dari segi ibu Mega, ikuti saja, sekaligus memberi pendidikan kepada masyarakat bahwa toh ini kan hanya untuk saksi." ujar Jimly.
Ditambahkan oleh Jimly, jika Megawati tidak memenuhi panggilan KPK, akan menjadi preseden yang buruk bagi masyarakat, mengingat saat ini problem di masyarakat adalah kesadaran hukum belum meningkat. KPK sendiri menurut Jimly juga harus lebih kritis dalam memanggil orang untuk diperiksa, dan jangan terbawa suasana hiruk pikuk politik. "KPK harus dapat mempertimbangkan mana yang lebih penting untuk dipanggil dan mana yang tidak," ujar Jimly. (ARI)

Memetik Jagung, Nenek Renta Terancam Masuk Penjara

Liputan6.com, Simalungun: Maria boru Siahaan bernasib malang. Di usia yang sudah mencapai 90 tahun, dia terpaksa harus berurusan dengan polisi dan pengadilan. Hal ini terjadi lantaran Maria dilaporkan oleh Darma boru Napitupulu, anak kandungnya sendiri, lantaran memamen jagung di kebunnya sendiri.
Darma boru Napitupulu sang anak rupanya kesal dengan ulah ibu kandungnya sendiri. Sebab, jagung yang ditanamnya, dipanen oleh sang ibu. Selain sang ibu, Darma juga melaporkan adik kandungnya, Runggu boru Napitupulu, dengan tuduhan yang sama. Bahkan, Runggu telah dituntut jaksa tiga bulan penjara dalam sidang di PN Simalungun, baru-baru ini.
Menurut Runggu, kasus tersebut sebenarnya sudah lama berlalu dan sudah diselesaikan secara kekeluargaan di kantor polisi. Namun, entah kenapa, Darma malah melanjutkan kasusnya hingga sang ibu dan adik harus bersidang.
Runggu berharap, pengadilan dapat membebaskan ibunya dari segala tuntutan mengingat usia sang ibu sudah senja. Apalagi harga jual jagung yang dipanen olehnya hanya Rp 450 ribu dan sudah digunakan untuk berobat ibunya.
Saat ditemui, Maria yang sudah renta dan tinggal seorang diri di rumah yang sederhana mengaku pasrah dengan laporan tersebut. Rencananya Rabu pekan depan, PN Simalungun kembali menggelar sidang pencurian dengan agenda pembelaan.(ULF)

Pakar: Mafia Pajak Buktikan Fatamorgana "Good Governance"

Surabaya (ANTARA) - Pakar Ilmu Akuntansi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr Bambang Tjahjadi SE MBA Ak menilai maraknya mafia di Indonesia seperti mafia pajak membuktikan "Good Governance" atau "Good Corporate Governance" masih fatamorgana.
"Maraknya mafia pajak, mafia paspor, mafia tanah, mafia obat, mafia pendidikan, mafia hukum, mafia kejahatan narkoba, dan mafia-mafia lainnya menguatkan bukti bahwa Good Governance masih merupakan ilusi," katanya di Surabaya, Minggu.
Guru Besar ke-400 Unair Surabaya itu menegaskan bahwa Good Governance itu tidak ditentukan oleh sumberdaya alam (SDA) yang melimpah, karena negara yang miskin SDA tapi praktik Good Governance berjalan bagus, maka negara itu bisa menjadi kaya.
"Negara miskin SDA yang akhirnya menjadi negara kaya karena Good Governance yang dijalankan bukan fatamorgana antara lain Korea Utara, Taiwan, Singapura, Hong Kong, Israel, dan Denmark," kata guru besar yang baru saja dikukuhkan pada 19 Februari itu.
Sebaliknya, negara yang kaya SDA, tapi akhirnya menjadi negara miskin akibat Good Governance yang bersifat fatamorgana antara lain Indonesia, Nigeria, Arab Saudi, Venezuela, dan Rusia.
"Kaplan dan Norton (2004) menyebut negara miskin SDA tapi akhirnya menjadi kaya itu karena menerapakn tiga hal yakni human capital, information capital, dan organization capital," katanya.
Ia menjelaskan human capital adalah pengembangan sumberdaya manusia yang kompeten dan berkarakter, information capital adalah penguasaan teknologi, dan organization capital adalah organisasi yang baik (Good Governance).
"Karena itu, solusinya adalah bagaimana membumikan Good Governance, sehingga bukan hanya pidato, workshop, atau bahkan penandatangan Pakta Integritas. Itu tidak cukup, tapi upaya membumikan Good Governance itu perlu sistem manajemen yang terintegrasi," katanya.
Menurut dia, manajemen yang terintegrasi itu harus didukung tiga hal yakni sistem manajemen strategik, sistem manajemen risiko, dan sistem manajemen proses bisnis.
"Sistem manajemen strategik adalah sistem manajemen yang terkomunikasi atau dapat diidentifikasi secara keseluruhan unit yang dapat dilakukan dengan bantuan teknologi informasi. Tentunya, strategi itu harus melalui formulasi visi dan misi organisasi," katanya.
Untuk sistem manajemen risiko adalah sistem untuk mengukur sistem yang dikomunikasikan dan diidentifikasikan itu, termasuk reward dan punishment yang juga terpantau secara adil.
Sementara itu, sistem manajemen proses bisnis adalah upaya menjadikan organisasi memiliki keunggulan (daya saing) dibandingkan dengan pesaing, termasuk keunggulan dalam mengelola risiko yang datang dari pesaing.
"Dengan manajemen terintegrasi yang meliputi strategik, risiko, dan proses bisnis (keunggulan) itu, maka organisasi akan menjadi sistem yang tidak lagi bergantung kepada tokoh, karena siapapun yang memimpin akan mengikuti sistem yang sudah berjalan," katanya.
Ia menambahkan masalah yang terjadi di Indonesia sebenarnya masalah manajemen pemerintahan yang belum efektif atau Good Governance atau Good Corporate Governance selama ini hanya ilusi, karena itu perlu penerapan manajemen yang terintegrasi.

KPK Diminta Tangani Korupsi Kepala Daerah

Semarang (ANTARA News) - Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambilalih penanganan kasus dugaan korupsi beberapa kepala daerah dari kepolisian.

"Desakan tersebut sudah kami sampaikan secara resmi kepada KPK karena saat ini ada beberapa kasus dugaan korupsi kepala daerah yang sudah ditangani kepolisian dan kejaksaan, namun tidak ada perkembangan yang berarti maupun kejelasannya," kata Sekretaris KP2KKN Jateng, Eko Haryanto, di Semarang, Minggu.

Menurut dia, KPK seharusnya segera mengambilalih kasus-kasus korupsi tersebut dari aparat penegak hukum yang menangani sebelumnya karena KPK selalu beralasan aparat itu masih sanggup menanganinya.

Dia menilai KPK seharusnya tidak mudah percaya pada aparat penegak hukum tersebut karena hanya  menguntungkan pihak-pihak tertentu.

"Dari laporan tahunan yang kami terima, selama 2010 KPK hanya mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan Pasar Banjaratma Brebes yang melibatkan bupati setempat, Indra Kusuma," ujarnya.

Berdasarkan catatan KP2KKN, di Jawa Tengah setidaknya ada empat kepala daerah yang masih aktif menjabat terlibat kasus dugaan korupsi yaitu Mohammad Salim (Rembang), Agus Riyanto (Tegal), Rina Iriani (Karanganyar), dan dua mantan wali kota yakni Sukawi Sutarip (Semarang), dan Fahriyanto (Magelang).

"Sampai saat ini kasus-kasus tersebut tidak jelas penanganannya," katanya.(*)

60.000 Kader PDIP Jabar Ancam Demo KPK

Bandung (ANTARA News) - Sebanyak 60.000 kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Provinsi Jawa Barat akan mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, pada Senin (21/2).

Ketua DPD PDIP Jawa Barat Ruddy Harsa Tanaya, di Bandung, Sabtu, menyatakan kedatangan 60 ribu kadernya tersebut merupakan untuk memberi dukungan kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, yang rencananya akan dipanggil KPK terkait dugaan kasus cek suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) yang terjadi di DPR.

"Kami sebagai kader PDIP siap mendukung dan mengawal jika ketua umum partai kami dipanggil KPK. Saya melihat pemanggilan Bu Mega ke KPK bukan dalam ranah hukum, tapi sudah masuk ke ranah politis. Maka kami harus mengawalnya dan menyatakan siaga penuh untuk mendukung Bu Mega," kata Ruddy.

Ditemui usai Rapat Koordinasi Bidang Internal Partai di Kantor DPD DPIP Jabar, Jalan Pelajar Pejuang, Bandung, Ruddy menilai, pemanggilan Megawati oleh KPK merupakan upaya politisasi partai bermoncong putih ini, karena bukan pada tempatnya bagi KPK memanggil Megawati.

Selain itu, lanjut Ruddy, hal ini tidak ada hubungannya antara Ketua Umum DPP dengan DPR RI sehingga pihaknya akan menyikapi hal ini secara utuh untuk menjaga citra partai.

"Pemanggilan Bu Mega oleh KPK sangat ngejelimet. Pasalnya pelaku yang diduga melakukan korupsi tidak pernah diperiksa secara komprehensif. Malah ini memanggil Bu Mega yang tidak ada kaitannya dengan masalah ini. Apa hubungannya ketua partai dengan DPR RI," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, seluruh kader dan pengurus DPD PDIP Jabar menyatakan sikap tekait kasus pemanggilan Megawati.

Pertama, pihaknya menyatakan keprihatinan atas kebijakan KPK yang tidak profesional atas setiap penanganan kasus hukum di negeri ini.

Kedua, agar lembaga-lembaga penegak hukum dapat menjalankan fungsi dan kewajibannya sesuai dengan amanat konstitusi dan proporsional tanpa adanya unsur-unsur politisasi hukum.

Ketiga, seluruh kader, struktur, dan simpatisan tetap dalam siaga penuh sebagaimana instruksi ketua umum partai demi menjaga kehormatan lembang-lambang partai sampai titik darah penghabisan.

Ruddy menambahkan, untuk aksi pada Senin mendatang, pihaknya sudah mengirimkan surat pemberitahuan untuk pengerahan massa ke Polda Jabar dan seluruh polres se-Jabar.

Dikatakannya, pengerahan massa tidak hanya dilakukan oleh kader PDIP Jabar tapi juga oleh kader-kader di seluruh Indonesia.

"Kami akan terus kawal kasus ini sampai tuntas. Sampai Bu Mega tidak diperlakukan seperti itu," ujarnya. (ASJ/Y008/K004)

Selasa, 15 Februari 2011

KPK Diminta Bentuk Tim Gabungan dengan Kejagung

EPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi hingga saat ini belum berhasil mengungkap siapa pemberi suap dalam kasus cek perjalanan karena kekurangan alat bukti. Untuk mendapatkan bukti-bukti itu, KPK diminta untuk membentuk tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung.
Menurut Kuasa Hukum Max Moein dan enam orang anggota fraksi PDIP 1999-2004 yang menjadi tersangka kasus cek perjalanan, Petrus Selestinus, jika KPK belum memiliki bukti untuk mengungkap para pemberi suap itu, KPK harus melakukan koordinasi dengan pihak kejaksaan dengan cara membentuk tim gabungan untuk mencari data dan informasi serta bukti-bukti para pelaku suap.
Pembentukan tim gabungan diatur dalam Pasal 27 UU/31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Dalam pasal itu dijelaskan bahwa dalam pengungkapan suatu kasus yang barang buktinya sulit ditemukan, maka dapat dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung," ujar Petrus saat dihubungi Republika, Selasa (15/2).
Menurutnya, selama ini KPK melupakan atau mengabaikan aturan tentang aturan itu. Seharusnya, KPK berinisiatif untuk merealisasikan aturan itu supaya Kejaksaan bisa ambil bagian dalam mengungkap siapa pemberi suapnya.

Senin, 14 Februari 2011

Ba`asyir Didakwa Tujuh Pasal Berlapis

Liputan6.com, Jakarta: Abu Bakar Ba`asyir menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (14/2). Dia bakal didakwa dengan tujuh pasal berlapis seputar kegiatan terorisme di Indonesia.
Reporter SCTV Djati Darma melaporkan, Ba`asyir didakwa terlibat dalam perencanaan, pergerakan, pemufatan, dan meminjamkan dana untuk kegiatan terorisme. Untuk itu, dia bisa mendapat ancaman hukuman maksimal mati atau penjara seumur hidup. Lembar dakwaan untuk Ba`asyir lebih dari 100 halaman.
Sidang dipimpin langsung oleh Ketua PN Jaksel Heri Suwantoro. Sedangkan Ba`asyir didampingi pengacara Tim Pembela Muslim. Sedikitnya 100 pendukung Ba`asyir juga hadir di PN Jaksel.
Untuk masuk ke PN Jaksel, pengunjung harus melewati dua pemeriksaan. Pertama di pintu pagar pengadilan, kedua di pintu masuk gedung pengadilan.(ULF)

Minggu, 13 Februari 2011

Kapolda: SYB Aktor Intelektual Kerusuhan Temanggung


Temanggung (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Inspektur Jenderal Polisi Edward Aritonang mengungkapkan SYB warga Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung ditetapkan sebagai aktor intelektual kerusuhan di Temanggung, Selasa (8/2).

Kapolda di Temanggung, Sabtu, mengatakan SYB diduga telah mengorganisir dan mengarahkan massa dalam kerusuhan tersebut.

Ia mengatakan, massa dikumpulkan sehari sebelum kerusuhan dan menjelang pemberangkatan ke Pengadilan Negeri Temanggung untuk menyaksikan sidang penistaan agama.

"SYB merupakan aktor yang telah mengarahkan, mengorganisir, dan memberi tugas yang jelas. Mereka menerima uang bensin dan nasi bungkus, mungkin dari uang sendiri SYB atau simpatisan. Dana yang digunakan untuk menggalang massa masih kami lakukan pendalaman, dari mana dana diperoleh," katanya.

Ia mengatakan, motivasi SYB melakukan tindakan tersebut karena tidak puas dengan vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa Antonius Richmond Bawengan dengan hukuman lima tahun penjara.

"Sesuai Pasal 156 huruf a KUHP, hukuman tersebut sudah maksimal. Namun, pemahaman bagi mereka hukuman maksimal adalah hukuman mati," katanya.

Kapolda menyebutkan, hingga sekarang telah ditetapkan sebanyak 24 tersangka termasuk SYB dari 52 saksi yang telah diperiksa. Mereka sekarang menjalani pemeriksaan intensif di Polda Jateng.

Menurut dia, sebanyak 24 tersangka tersebut berasal dari Kabupaten Temanggung. "Aktor intelektual maupun jumlah tersangka masih dimungkinkan untuk bertambah, karena proses penyidikan belum berhenti. Semua akan dilakukan `cross check` dengan alat bukti di lapangan," katanya.

Ia mengatakan, tim dari Polda Jateng dan Polres Temanggung akan menangani kasus ini secara profesional, hukum harus ditegakkan.

Edward berharap masyarakat jangan mudah terpengaruh isu yang tidak bertanggung jawab. Kondisi Temanggung semakin aman dan kondusif. Aparat keamanan yang menjaga tempat-tempat ibadah dan perkantoran yang menjadi sasaran amuk massa kemarin secara bertahap dikurangi.(*)

Sabtu, 12 Februari 2011

Kejagung Prihatin Ada Jaksa Diciduk KPK


Liputan6.com, Jakarta: Kejaksaan Agung kembali tercoreng atas pencidukan jaksa fugsional di Kejari Tangerang yang diduga melakukan pemerasan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tak ayal Wakil Jaksa Agung Darmono geram.
KPK menangkap dua orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi di wilayah Pondok Aren, Tangerang. Mereka ditangkap saat berada di dalam mobil. Salah satunya merupakan jaksa fungsional.
Darmono pun menyerahkan sepenuhnya kepada KPK di bawah pimpinan Busyro Muqoddas. "Dari sisi penegakan hukum, silakan Pak Busyro ditindaklanjuti. Dan secara kepegawaian akan ditindaklanjuti," kata Darmono saat membuka turnamen Forwaka Cup di Grandfutsal Kuningan, Sabtu (12/1).
Darmono menjelaskan, Korps Adyaksa merasa prihatin melihat jaksa itu di tengah lembaga besutan Basrief Arief itu sedang berkomitmen menegakkan reformasi kejaksaan. Meski demikian, Kejagung enggan dikatakan kecolongan atas penangkapan itu.
"Istilahnya bukan kecolongan. Apalagi kami kan sudah berupaya maksimal untuk menegakkan hukum dalam membina semua jajaran kejaksaan agar tetap berpegang teguh dalam menjaga komitmen, menjaga kredibilitas, dan integritas. Kalau ada peristiwa seperti ini berarti kami harus lebih giat lagi dalam rangka melakukan pengawasan melekat," jelasnya.
Darmono berjanji, jika terbukti bersalah tak menutup kemungkinan jaksa yang terlibat dijatuhi hukuman pidana maupun dipecat. "Oleh karena itu, kami akan tungggu aja bagaimana prosesnya. Kami serahkan prosesnya ke KPK untuk diselesaikan sesuai aturan yang ada," tandasnya.(MEL)

Selidiki Dalang Rusuh Temanggung, Komnas HAM Bakal "Periksa" Polisi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan mengirim tim ke Temanggung, Jawa Tengah. Hal ini dilakukan untuk mengungkap dalang di balik aksi perusakan tiga gereja di Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (8/2) silam. Karena itulah, agenda pertama yang akan dilakukan Komnas HAM adalah meminta penjelasan soal kejadian ini dari aparat kepolisian.
“Sebab aparat kepolisian terkesan lalai, jadi ini yang mau kita periksa,” kata Wakil Ketua Komnas HAM, Rida Saleh kepada Republika, Sabtu (12/2).
Fokus dari tim yang akan melakukan pemeriksaan dan akan diungkap, menurutnya, adalah kelalaian kepolisian atas kejadian tersebut. Apalagi, tambah dia, kejadian tersebut sangat terkait dengan tanggung jawab polisi di lapangan.
“Kok bisa terjadi, apa yang menyebabkan, apa ada kelalaian,” ujar dia. Karena itulah, ia memastikan bahwa agenda pertama yang sedang dirancang untuk keberangkatan tim ke Temanggung adalah memeriksa aparat kepolisian.

KPK Tangkap Tangan Jaksa Kejari Tangerang "DSW"

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan jaksa fungsional Kejari Tangerang berinisial "DSW", di Serpong, Tangerang, Jumat malam (11/2), yang diduga melakukan pemerasan.
Berdasarkan informasi Juru Bicara KPK, Johan Budi di Jakarta, Sabtu, KPK menangkap tangan DSW sekitar pukul 21.00 WIB di sekitar Serpong, Tangerang, Banten, yang diduga sedang melakukan pemerasan pada seorang staf BUMN dan supirnya.
"DWS itu jaksa di Tangerang," jelas Johan saat ditanya siapa sebenarnya nama jaksa yang tertangkap tangan diduga memeras tersebut.
Johan pun belum memberikan jawaban saat ditanya kasus hukum apa yang sedang ditangani jaksa dari Kejari Taangerang yang tertangkap tangan menerima uang Rp50 juta tersebut.
Penyidik KPK mengamankan uang sebesar Rp50 juta yang berada dalam amplop coklat dan terbungkus plastik.
Setelah dilakukan pemeriksaan sejak Jumat malam (11/2), di Gedung KPK, jaksa DSW dan staf BUMN tersebut ditetapkan sebagai tersangka.
Penyidik KPK disebutkan telah melakukan pengintaian sejak Jumat sore (11/2), namun penangkapan yang sempat didahului kejar-kejaran tersebut baru terjadi sekitar pukul 21.00 WIB, setelah transaksi dilakukan.
Mobil DSW yakni Daihatsu Terios berwarna hitam bernomor polisi B-1835-VFD yang juga memiliki tanda pengenal kejaksaan dinomor polisinya tersebut, ikut dibawa ke KPK

Jumat, 11 Februari 2011

Kinerja Polisi Dalam Kasus Temanggung Patut Diapresiasi


Magelang (ANTARA) - Kinerja Kepolisian Daerah Jawa Tengah patut mendapat apresiasi karena relatif cepat menangkap sejumlah tersangka dan memeriksa puluhan saksi rusuh massa di Temanggung, kata putri KH Abdurrahman Wahid, Alissa Qotrunnada Wahid.
"Harus diapresiasi karena Polda Jateng cepat menangkap mereka," katanya usai dialog dengan sekitar 200 tokoh lintas agama di Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di Magelang, Jumat sore.
Proses penanganan hukum atas rusuh Temanggung, Selasa (8/2), yang mengakibatkan antara lain sejumlah gereja dan sekolah Kristen rusak, katanya, harus cepat pula dilanjutkan oleh aparat.
Polda Jateng telah menetapkan delapan tersangka dan memeriksa 24 warga lainnya yang diduga terkait dengan kasus itu.
Ia menyatakan perlunya berbagai kalangan mendesak kepolisian untuk menuntaskan penanganan kasus itu.
"Informasinya pelaku diduga tidak hanya dari Temanggung, artinya ada upaya pengorganisasian sehingga harus dicari. Masyarakat Indonesia ini cenderung jadi penonton, tetapi kalau mereka melakukan sesuatu, pasti ada motornya," katanya.
Rusuh Temanggung, kata Alissa yang juga tokoh Gerakan Gusdurian itu, membuat masyarakat kecewa.
Ia mengatakan, seharusnya kepolisian tidak hanya menindaklanjuti pelanggaran hukum seperti terkait rusuh Temanggung tetapi yang lebih penting adalah mencegah kerusuhan itu.
Ia mengatakan, rusuh Temanggung telah mengakibatkan masyarakat resah karena merasa tidak aman.
"Kekerasan sangat tidak Indonesia, tetapi membuat tidak aman sehingga masyarakat tidak bisa berpikir tentang ekonomi dan kesejahteraan. Kalau masyarakat sudah resah, hal ini menjadi persoalan berat," katanya.
Wakil Ketua Rabithah Maahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Muhammad Yusuf Chudlori (Gus Yusuf), mengatakan, proses hukum atas kasus Temanggung harus sampai tuntas agar meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa kekerasan bukan jalan yang baik untuk menyelesaikan masalah.
Selain itu, kata Gus Yusuf yang juga pengasuh Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, peristiwa serupa tidak boleh terulang lagi pada masa mendatang baik di Temanggung maupun daerah lain di Indonesia.
"Bukan hanya pelaku di lapangan yang diusut, tetapi siapa pun yang salah harus diproses hukum," katanya.
Ia mengatakan, polisi tidak hanya bereaksi karena terjadi pelanggaran hukum namun juga melakukan antisipasi secara optimal.
Pada kesempatan itu ia juga menyatakan perlunya berbagai kalangan masyarakat memperkuat komitmen membangun gerakan anti-kekerasan.
Dialog lintas agama yang rencananya berlangsung di Pendopo Pengayoman Rumah Dinas Bupati Temanggung, Jumat, dibatalkan karena tidak mendapat izin dari kepolisian.
Sekitar 200 tokoh lintas agama dari Yogyakarta dan sejumlah daerah lainnya di Jateng mengalihkan kegiatan itu di aula Pondok Pesantren API Tegalrejo, Kabupaten Magelang.
Polda Jateng pada Rabu (9/2) menetapkan delapan tersangka rusuh massa di Temanggung yakni NHY, SD, AS, MY, SF, AK, AZ, dan SM. Mereka akan dikenai Pasal 170 KUHP tentang perbuatan yang dilakukan bersama-sama dengan kekerasan, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Pada Jumat (11/2) polisi memeriksa 24 warga Desa Sigedong, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung, karena diduga terkait dengan rusuh massa pascasidang penistaan agama di pengadilan negeri setempat.

Polisi Tetapkan 32 Tersangka Kerusuhan Temanggung

Liputan6.com, Jakarta: Kepolisian Republik Indonesia menetapkan 32 tersangka kasus kerusuhan di Temanggung, Jawa Tengah, yang terjadi pada beberapa hari lalu. "Iya, 24 tambahan. 24 (tersangka) baru tambah yang kemarin (delapan), jadi 32," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar saat dihubungi di Jakarta, Jumat (11/2).
Boy mengatakan, ketetapan 24 tersangka itu berdasarkan hasil pemeriksaan delapan tersangka sebelumnya. "Hasil pemeriksaan terdahulu, nama-namanya disebut-sebut," tutur mantan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya ini.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Djihartono mengatakan hingga kini penyidik Polres Temanggung masih memeriksa 32 orang itu guna mencari para pelaku lainnya. "Saat ini masih dilakukan pemeriksaan. Di Polres Temanggung," ujar Djihartono saat dihubungi Liputan6.com.
Ditanyakan apakah ke 32 orang itu berasal dari luar Temanggung Djihartono menjawab, "Masih Temanggung, tapi bukan kotanya," katanya. Ditanyakan lagi apakah mereka terkait sebuah organisasi masyarakat tertentu "Kita belum sampai ke sana. Masih periksa unsur-unsur perusakaan," ujar Djihartono.(ULF)

Haposan Bantah Berikan Dokumen Rentut ke Gayus


Jakarta (ANTARA) - Tersangka Haposan Hutagalung membantah memberikan dokumen rencana penuntutan ke Gayus HP Tambunan.
"Haposan membantah memberikan dokumen rencana penuntutan (rentut) ke Gayus," kata Kuasa Hukum Haposan John E. Pangabean di Jakarta, Jumat.
Gayus mengaku menerima dokumen rentut dari Wasno bukan dari Haposan, ujarnya.
"Wasno memang `office boy` Haposan, tapi Haposan tidak pernah memberikan dokumen rentut ke pegawainya itu," kata John.
John mengatakan tidak ada pemalsuan dokumen rentut, karena apa yang dibacakan di pengadilan sama dengan foto copy.
"Saya sebagai kuasa hukum Haposan sudah mengirimkan permohonan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus ini," katanya.
Hal ini terkait Kejaksaaan Agung (Kejagung) yang melaporkan jaksa Cirus Sinaga dan Haposan ke Bareskrim Polri pada Kamis (28/10).
Aksi pemalsuan surat itu dengan mengganti tuntutan terhadap Gayus yang semula satu tahun percobaan (surat bernomor R455) menjadi satu tahun penjara (surat bernomor R431).
Dalam kesaksian di persidangan Gayus menyebutkan, dirinya menyetorkan uang 50 ribu dolar AS sebanyak dua kali sesuai rentut.
Jaksa Cirus dan Fadil Regan merupakan anggota jaksa penuntut atas perkara Gayus HP Tambunan yang menggelapkan uang pajak Rp395 juta milik pengusaha Korea.

Denny: Satgas Mafia Hukum Ingin Fokus Bekerja

Liputan6.com, Jakarta: Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana menegaskan Satgas ingin fokus dalam pemberantasan mafia pajak dan peradilan. Dirinya enggan berkomentar tentang tudingan apa pun yang mengganggu kinerja satgas.
"Kalau kita menanggapi komentar, nanti menggangu konsentrasi fokus kerja yg harus dikerjakan," kilah Denny usai rapat kordinasi dengan KPK, di Gedungg KPK, Jakarta, Jumat (11/2).
Denny datang bersama Satgas Mafia Hukum lainnya yakni Ketua Satgas Kuntoro Mangunsubroto, Wakil Satgas Darmono, dan Mas Achmad Santosa. Namun mereka menolak untuk memberi keterangan atas rapat kordinasi tersebut.
"Ini bagian dari koordinasi kerjasama Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dengan KPK. Sama seperti koordinasi Satgas
Pemberantasan Mafia Hukum dengan Kejagung dan Polri. Di mana kita mensinkronkan langkah-langkah kita dan brbagi informasi," kata kuntoro mangunsubroto.
Kuntoro tidak menepis jika dalam pertemuan itu, pihaknya juga membahas tentang kasus Gayus. Namun ia tidak merinci perkembangan kasus Gayus lainnya. "Yang jelas ada," tegas kuntoro.(MEL)